Senin, 22 Oktober 2012

Studi Sosial Budaya Pertunjukan Seni Karawitan Di Desa Baderan Kecamn Geneng Kabupaten Ngawi Tahun 2002-2012



Hadi Nirwanto1
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan pertunjukan seni karawitan dari tahun 2002 sampai 2012, untuk mengetahui motivasi apa yang menjadikan masyarakat untuk tetap mengadakan pertunjukan seni karawitan, dan bagaimana dampak dari mengadakan  pertunjukan seni karawitan pada masyarakat.sumber data pada penelitian ini ada 2, yaitu sumber data primer dan sekunder. Validasi yang dipergunakan untuk menguji kebenaran data yaitu menggunakan validasi sumber. Analisis data yang digunakan adalah analisis data model interaktif Miles dan Huberman yang didalamnya terdapat 3 tahapan yaitu melalui proses reduksi data, sajian data dan verifikasi atau proses penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Baderan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi menampilkan pertunjukan seni karawitan sebagai salah satu hiburan rakyat karena didasarkan keinginan hati mereka atau kemantapan dalam hati mereka. Faktor ekonomi mepengaruhi masyarakat untuk menyewa kesenian tersebut karena kesenian karawitan tergolong seni hiburan yang mahal. Mereka pada perkembangannya tidak memandang lagi tentang biaya yang yang harus dikeluarkan karena semakin membaiknya perekonomian masyarakat Desa Baderan. Masyarakat Desa Baderan dalam menampilkan pertunjukan seni karwitan bertujuan untuk memperkenalkan kembali kesenian tradisional mereka kepada para pemuda Desa Baderan agar mereka dapat melestarikan kembali kesenian tersebut. Adapun dampak sosial yang ada pada masyarakat adalah pada awal munculnya seni karawitan masyarakat yang menampilkan kesenian tersebut memiliki status sosial yang tinggi dan ada faktor gengi yang cukup besar yang mempengaruhinya, akan tetapi pada perkembangannya pertunjukan seni karawitan mampu ditampilkan oleh hampir semua kalangan. Gengsi yang melatarbelakangi orang menampilkan kesenian tersebut lama kelamaan mulai menurun seiring semakin seringnya menampilkan kesenian tersebut dan membaiknya perekonomian masyarakat. Berkembangnya pertunjukan seni karawitan membawa masyarakat Baderan untuk merintis kembali kesenian tradisional ini. Hal ini ditunjukan dengan mulai dibentuknya kembali kesenian karawitan di Desa Baderan yang bernama “Marsudi Laras”.

Kata Kunci: Pertunjukan Seni, Karawitan
Pendahuluan
Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala bidang, termasuk dalam kebudayaan. Kebudayaan yang dianut suatu kelompok sosial atau masyarakat akan bergeser seiring perkembangan zaman. Kebudayaan sendiri berasal dari kata buddhayah (bahasa sansekerta) yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddhi” yang dapat diartikan sebagai budi atau akal. Dalam bahasa Latin kata budaya berasal dari kata colera yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah. Sehingga kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal (Soerjono Soekanto, 1990:188). Menurut E.B. Tylor dalam (Soerjono Soekanto, 1990:188) kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat-istiadat dan kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai masyarakat.
Kebudayaan mengandung unsur-unsur yang di dalamnya digunakan untuk mempermudah pengklasifikasian dari kebudayaan tersebut. Unsur-unsur kebudayaan tersebut akan ada pada setiap kebudayaan di seluruh dunia dan  sudah diakui secara universal. Adapun ketujuh unsur kebudayaan menurut Soerjono Soekanto (1990:193) adalah sebagai berikut: 1) Peralatan dan perlengkapan hidup manusia. 2) Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi. 3) Sistem kemasyarakatan. 4) Bahasa. 5) Kesenian. 6) Sistem pengetahuan. 7) Religi.
Seni merupakan unsur kebudayaan yang berwujud aktivitas manusia. Di Desa Baderan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi terdapat seni pertunjukan karawitan yang dari tahun ke tahun mulai diminati olah masyarakat setempat. Masyarakat mengadakan seni pertunjukan karawitan pada waktu mereka mempunyai hajatan, baik itu pernikahan, ataupun khitanan. Sebelumnya seni pertunjukan di dominasi oleh kesenian modern misalnya saja elekton, campursari, dan lain-lain, akan tetapi sejak tahun 2002 seni karawitan mulai eksis dikalangan masyarakat dan semakin eksis pada tahun 2009.
Seni pertunjukan pada masyarakat Jawa sekarang ini sudah mengalami perkembangan seiring dengan adanya modernisasi. Hal ini dapat dilihat dari adanya interaksi antara seni pertunjukan lama dengan seni pertunjukan yang baru sehingga menghasilkan sebuah seni pertunjukan yang  lebih atraktif dan cocok dengan kondisi masyarakat. Secara umum seni pertunjukan pada masyarakat Jawa berfungsi sebagai alat upacara atau ritual.
Sebagai seni pertunjukan juga berfungsi sebagai hiburan pribadi, seni pertunjukan karawitan para penikmatnya melibatkan dirinya sendiri dalam pertunjukan tersebut. Mereka bebas berekspresi tanpa ada aturan-aturan yang ketat dan mengikat pada penikmat seni pertunjukan karawitan. “Dalam jenis tari yang berfungsi sebagai hiburan pribadi setiap orang penikmat memiliki gaya pribadi sendiri-sendiri. Tak ada aturan yang ketat untuk tampil diatas panggung” (Soedarsono, 1998:98).
Keberadaan seni pertunjukan Indonesia dalam masyarakat pedesaan berbeda dengan masyarakat perkotaan. Masyarakat pedesaan memiliki norma-norma sebagai kontrol sosial yang masih mengikat pada setiap individunya. Adanya kontrol sosial tersebut menyebabkan kreativitas seorang seniman akan relatif terdesak oleh aturan yang ada. Karya seni pertunjukan Indonesia lama dalam pewarisanya kepada generasi muda belum banyak mengalami perubahan, karena dengan kontrol sosial yang ada dalam masyarakat akan tetap menjaga kemurnian dari seni pertunjukan yang ada. Pada penyelengaraan seni pertunjukan lama di Indonesia selalu dikaitkan dengan upacara peralihan seperti khitanan dan pernikahan. Oleh karena itu seni pertunjukan yang ada di Indonesia tidak lepas dari sistem kepercayaan masyarakat yang memiliki norma-norma yang sakral (Jacob Sumardjo, 2001:18).


Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1.       Ketertarikan masyarakat Desa Baderan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi terhadap pertunjukan seni karawitan.
2.       Motivasi masyarakat Desa Baderan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi mengadakan pertunjukan seni karawitan.
3.       Dampak sosial budaya pertunjukan seni karawitan di Desa Baderan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi.
Hasil penelitian ini diharapkan hasilnya dapat berguna bagi:
1.       Bagi Masyarakat
memberikan informasi berkaitan dengan fakta-fakta antusias masyarakat terhadap seni pertunjukan karawitan, motivasi, dan dampak sosial budayanya.
2.       Bagi IKIP PGRI Madiun
Menambah dan melengkapi pustaka yang dapat dipergunakan sebagai bahan ajar.
3.       Bagi Penulis
Penulis dapat mengkaji lebih dalam tentang studi sosial budaya pertunjukan seni karawitan di Desa Baderan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi.


Tinjauan Pustaka
A.      Seni Pertunjukan
1.       Pengertian
Seni adalah sesuatu yang dibuat manusia yang mengandung keindahan. Nilai-nilai keindahan dalam seni dapat diwujudkan sebagai pengalaman yang berisi pembayangan atau imajinasi yang disajikan untuk penontonya (Edi Sdyawati, 1981:58). Pertunjukan menurut Waridi dkk (2005:41) adalah “suatu kenyataan yang menampakkan multi wajah”, sehingga seni pertunjukan dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan yang mengandung keindahan yang menampilkan gerak. Pada penyajian sebuah seni pertunjukan terdapat proses interaksi antara pemain dengan penonton.

2.       Cabang Seni Pertunjukan
Seni pertunjukan memiliki cabang seni yang lebih spesifik antara lain sebagai berikut:
a.       Seni Theater/Drama
Teater berasal dari kata Yunani (teatron) yang diartikan sebagai pusat upacara persembahan yang terletak di tengah-tengah arena. Pada perkembanganya kata teater berubah menjadi istilah drama yang berarti sebuah cerita yang disusun dan dipertunjukan oleh para pelaku dengan gerak atau perbuatan di atas pentas (Tjokroatmojo, 1985:11)
b.       Seni Tari
Seni tari merupakan kesenian yang menampilkan gerakan-gerakan yang dilakukan oleh seorang penari pada sebuah pentas. Dalam setiap pementasan kesenian tari memiliki makna-makna tertentu dalam setiap gerakan yang ditampilkan. Menurut Anya Petersson Royce terjemahan Widaryanto, (2007:4) tari adalah “gerak ritmik yang dilakukan untuk sesuatu maksud yang melewati kegunaan”.
c.       Seni Musik
Seni musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bunyi-bunyian. Pengertian musik secara etimologi dalam bahasa Yunani adalah mousike yang berarti musik (Nakagawa, 2000:1).  Pada seni musik suara dimainkan disusun secara rapi dan menghasilkan irama yang sesuai dengan alat musiknya. Dalam perkembangannya, musik dapat dibagi menjadi 2, yaitu musik etnis dan musik internasional. Musik etnis yaitu musik ada di seluruh dunia. Menurut Nakagawa, (2000:5) “musik etnis adalah semua musik-musik yang ada di dunia. Dengan demikian objek penelitian sangat luas, yaitu mencakup musik-musik di seluruh dunia”. Akan tetapi pada dasarnya musik etnis masih bersifat kedaerahan karena tidak begitu mendapat pengaruh dari perkembangan teknologi. Musik internasional adalah sebuah musik yang tidak memiliki kaitanya dengan musik etnis. Dalam pengertian musik internasional lebih bersifat universal. Pada musik internasional sesungguhnya diawali dengan proses musik etnis yang dalam perkembanganya mendapat pengaruh teknologi (Nakagawa, 2000:5).
3.       Fungsi Seni Pertunjukan
Fungsi seni pertunjukan pada umumnya sama dengan fungsi dari kebudayaan pada sebuah masyarakat. Fungsi kebudayaan pada umumnya berfungsi sebagai ritual dan hiburan. Seni pertunjukan memiliki 3 fungsi, antara lain sebagai berikut:
a.       Seni Pertunjukan Sebagai Sarana Ritual
Seni pertunjukan sebagai sarana ritual berhubungan dengan adat istiadat suatu masyarakat. Masyarakat Indonesia memliki bermacam-macam kegiatan adat yang didalamnya terdapat ritual-ritual tertentu yang disakralkan. Fungsi seni pertunjukan ini lebih terfokus pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai budaya agraris. Misalnya pada masyarakat Jawa yang memiliki tradisi ruwatan sebagai sarana untuk menghilangkan sifat buruk pada manusia. Pada tradisi ruwatan ini diwajibkan untuk mempertunjukan kesenian wayang. Seni pertunjukan sebagai sarana ritual menurut Soedarsono (1998:60) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Diperlukan tempat pertunjukan yang kadang-kadang dianggap sakral.
2)      Diperlukan pemilihan hari serta saat yang terpilih yang biasanya dianggap sakral.
3)      Diperlukan pemain yang terpilih, biasanya mereka yang dianggap suci atau yang telah membersihkan diri secara sepiritual.
4)      Diperlukan seperangkat sesaji yang kadang-kadang sangat banyak jenis macamnya.
5)      Tujuan lebih dipentingkan daripada penampilan secara estetis.
6)      Diperlukan busana yang khas.
b.       Seni Pertunjukan Sebagai Hiburan Pribadi
Fungsi seni pertunjukan sebagai sarana hiburan pribadi pada masyarakat terfokus pada pementasan seni tersebut yang di dalamya terdapat interaksi antara pemeran seni pertunjukan dengan penontonnya (art participation). Oleh karena itu seni pertunjukan hanya dinikmati oleh pelakunya sendiri. Misalnya pada pertunjukan tayub yang dalam pementasanya seorang penari dan penontonnya melakukan interaksi dengan menari bersama. Hal ini juga terjadi pada seni karawitan sekarang ini, sehingga pada fungsi ini seni pertunjukan tidak terlalu mementingkan nilai estetisnya (Soedarsono, 1998:98).
c.       Seni Pertunjukan Sebagai Presentasi Estetis
Seni pertunjukan memiliki unsur-unsur ekonomis yang perlu diperhatikan dalam pementasanya baik itu dari segi pelaku, hingga tempat pementasanya. Pada fungsi ini seni pertunjukan secara umum digelar di tempat yang telah terkoordinasi, sehingga diberlakukanya biaya untuk melihat seni pertunjukan ini. Perkembangan masyarakat yang semakin maju dan tidak tergantung pada kegiatan agraris membuat mereka memiliki status sosial yang lebih tinggi dan secara otomatis mereka akan disibukkan dengan pekerjaan mereka. Dengan kesibukan tersebut meeka memerlukan rekreasi.
Perkembangan seni pertunjukan modern lebih cepat dikarenakan dalam pementasanya melibatkan kacanggihan teknologi yang dapat memperindah dari pementasan tersebut. Teknologi sebagai penunjang perkembangan seni pertunjukan modern memudahkan serta memberikan variasi-variasi seni yang lebih menarik daripada seni pertunjukan yang bersifat tradisional, seperti pada Jurnal Pertunjukan Indonesia (1999:98) menyatakan bahwa perkembangan teknologi modern mempengaruhi konteks-konteks perspektif Jawa terhadap musik gamelan.
B.      Karawitan
1.       Pengertian
Karawitan merupakan seperangkat alat instrumental yang mengeluarkan bunyi-bunyian. Karawitan dalam istilah lain adalah gamelan yang mengalami pergeseran kata dari gembel yang berarti alat untuk dipukul.  Sehingga kata gamelan dapat diartikan sebagai suatu benda hasil dari benda-benda yang dipukul (Soedarsono dkk, 1985:5). Gamelan merupakan jenis musik perkusi karena memiliki sejumlah alat musik yang dipukul.
Karawitan adalah seni musik yang berbeda dengan musik-musik modern yang berkembang saat ini. Berbeda dengan musik diatonis, karawitan merupakan golongan musik non diatonis yang memiliki pathet pelog dan slendro.
Menurut Soedarsono (1974:45) jenis-jenis gamelan jawa yang lengkap sebagai berikut: Gender barung tiga buah, gender penerus tiga buah, gender penembung atau slentem dua buah, gambang tiga buah, clempung dua buah, clempung peking dua buah, rebab dua buah, seruling dua buah, kendang gending sebuah, kendang ketipung sebuah, kendang batangan sebuah, bonang penembung dua buah, bonang barung dua buah, bonang penerus dua buah, saron demung empat buah, saron ricik delapan buah, saron peking empat buah, ketuk kenong dua set, kempul dua set, gong suwukan dua buah, gong besar dua buah, bedug sebuah, kempyang dua buah,  dan masih ada beberapa instrumen yang sekarang  jarang malah tidak pernah dimainkan yaitu gambang gangsa, keser, kemanak, dan engkuk-kemong.
2.       Sejarah Karawitan
Karawitan atau gamelan merupakan alat musik tradisional yang terdiri dari pathet pelog, slendro, dan memiliki kurang lebih dari 60 instrument dan 27 macam. Gamelan dikenal di Indonesia  sudah ada sejak masa kerajaan Hindu-Budhha. Keberadaaan gamelan ini dapat dibuktikan dengan adanya relief gamelan yang ada di candi Borobudur dan istilah gamelan yang ada di kitab nagarakartagamatahun 1365 pada zaman kerajaan Majapahit yang ditulis oleh empu Prapanca. (Soedarsono, 1974:43).
Pada perkembangannya, seni karawitan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1.       Masa Islam
Karawitan atau gamelan merupakan seperangkat alat instrumen yang mengeluarkan bunyi-bunyian. Pada masa pengaruh Islam di Indonesia, seni karawitan digunakan sebagai alat dakwah islam, baik itu dalam lirik gendingnya diubah bernafaskan Islam atau sebagai peringatan hari besar Islam seperti hari Maulid Nabi Muhammad SAW (Soedarsono, 1974:45).
2.       Masa Pengaruh Seni Barat
Pada perkembangan seni karawitan masa ini ini ditandai dengan masuknya pengaruh seni barat (asing) pada karawitan sunda,yaitu semasa penjajahan bangsa-bangsa asing di Indonesia sampai masa revolusi kemerdekaan. Kebudayaan  mereka telah banyak mempengaruhi karawitan sunda dan pemikiran serta wawasan para senimannya. Dalam perkembangannya, seni karawitan lebih maju dengan adanya sistem penulisan notasi baik pelog maupun slendro.
3.       Masa Modern
Perkembangan seni karawitan modern diawali tahun 1945 sampai sekarang. Pada kurun waktu tersebut Indonesia mulai mengalami perkembangan yang cukup pesat di bidang seni pertunjukan, dimana pada masa sebelumnya seni pertunjukan hanya diperuntukkan bagi kalangan istana tapi pada masa ini sudah mulai bisa dinikmati oleh masyarakat luar. Begitu pula halnya seni karawitan pada masa ini mulai berkembang keluar istana.
Seiring perkembangan teknologi, industri, informasi,dan komunikasi, para seniman karawitan mulai menampilkan karya-karya barunya yang bisa dinikmati oleh kalangan muda. Sebagai contoh pada lagu-lagu karawitan modern yang lebih ringan dan mudah diterima di masyarakat. Teknologi sebagai sarana pendukung dalam seni pertunjukan telah memberikan warna baru bagi seni karawitan masa kini. Dapat kita lihat pada pertunjukan seni karawitan sekarang banyak sekali menampilkan kolaborasi dengan alat-alat yang lebih modern seperti drum, keyboard, ketipung, dan lain-lain.



Metode Penelitian
A.      Lokasi Penelitian
Desa Baderan merupakan salah satu desa yang berada di perbatasan antara wilayah Ngawi dan Magetan. Meskipun keberadaan desa Baderan jauh dari pusat kota, kehidupan masyarakatnya sudah mulai mengikuti perkembangan zaman baik dalam bidang ekonomi maupun kebudayaan, akan tetapi pada perkembangannya masyarakat desa Baderan memiliki antusiasme tinggi pada kesenian karawitan dan banyak para seniman karawitan yang berasal dari desa Baderan. Oleh karena itu penulis memilih desa Baderan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi sebagai tempat penelitian.
B.      Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor dikutip dari Lexy (2012:4) metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang yang menghasilkan data deskriptif yang beupa kata–kata tertulis atau lisan dari orang–orang dan perilaku yang diamati. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mengarahkan sebuah penelitian dalam memahami suatu permasalahan sosial pada suatu kelompok atau individu. Permasalahan sosial dapat berupa budaya, isu-isu gender, ataupun permasalahan sosial lainya.
C.      Sumber Data, Sampel, dan Teknik Pengumpulan Sampel
1.       Sumber Data
Pada penelitian kualitatif sumber data adalah salah satu sumber pengumpulan data yang penting. Sumber data merupakan sumber data dari mana data diperoleh (Suharsimi Arikunto, 1998:114). Dengan adanya sumber data ini diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan dalam penelitian. Sumber Data dibagi menjadi 2, yaitu:
a.       Sumber Data Primer
Sumber Primer adalah sumber data yang disampaikan oleh saksi mata. Sumber primer pada sebuah penelitian dapat dicontohkan seperti arsip laporan pemerintahan atau organisasi masa, catatan rapat, daftar anggota, dan wawancara secara langsung dengan saksi mata (Dudung Abdurahman, 2007:65).
b.       Sumber Data Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang disampaikan oleh bukan saksi mata yang sebagai contoh adalah buku, koran, dan majalah (Dudung Abdurahman, 2007:65).


D.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada metode kualitatif di bedakan menjadi 2 yaitu metode interaksi dan metode interaktif. Metode interaksi adalah teknik pengumpulan data dengan mengkaji dokumen. Sedangkan metode interaktif adalah teknik pengumpulan data berkaitan dengan pengamatan lapangan.
Dalam penelitian ini, sumber data yang di gunakan penulis adalah:
1.       Observasi
Observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Pada metode observasi yang dilakukan oleh seorang peneliti, kegiatan yang mereka lakukan bukan hanya mencatat, tetapi juga melakukan perbandingan dengan satu permasalahan satu dengan yang lain. Penelitian dengan menggunakan metode observasi semakin banyak yang diamatai akan semakin baik dalam hasil akhirnya karena di dalamnya akan banyak pembanding untuk menguji keabsahan data tersebut. Semakin banyak objek yang diteliti pada teknik ini juga menimbulkan dampak negatif pada penelitinya, yaitu “semakin banyak objek yang diamati, pengamatan semakin sulit, dan hasilnya semakin tidak teliti” (Suharsimi Arikunto, 1998:235).
2.       Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Lexy, 2012:186). Metode wawancara ditujukan untuk mengamati individu atau kelompok dan mengetahui pendapat mereka yang berkaitan dengan sebuah permasalahan penelitian. Hasan dalam Emzir (2011:50) mendefinisikan wawancara sebagai “interaksi bahasa yang berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah seorang, yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar di sekitar pendapat dan keyakinannya”.
3.       Dokumen
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah untuk mencari data mengenai sebuah peristiwa yang berupa buku catatan, trasnskrip, buku, surat kabar, prasasti, notulen, agenda rapat, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 1998:236). Metode dokumentasi memiliki kelebihan yaitu tidak mengeluarkan biaya yang mahal dalam penelitian dan pemanfaatan waktu dan tenaga dengan efektif dan efisien, sedangkan kekurangan dari metode ini terletak pada bukti dari penelitian yang cenderung lama dan kemungkinan sudah tidak jelas penulisannya sehingga menyulitkan peneliti dalam pengutipannya. Dokumen yang digunakan pada penelitian ini adalah profil Desa Baderan dan dokumen lain yang berkaitan dengan studi sosial pertunjukan seni karawitan.
E.       Prosedur Penelitian
Penulis memilih penelitian dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan tahap-tahap atau prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.       Mengumpulkan Data
a.       Dokumen dan arsip yang diperoleh dari:
1)       Kepustakaan IKIP PGRI Madiun, ISI Solo, ISI Yogyakarta
2)       Kantor Kepala Desa Baderan
3)        Literatur lain yang relevan
b.       Melakukan Wawancara dengan: perangkat Desa,  Kepala Desa Baderan dan masyarakat Desa Baderan.
c.        Observasi yaitu penulis melakukan pengamatan langsung, khususnya masyarakat Desa Baderan yang pernah mengadakan tradisi perikahan yang menampilkan sebuah seni pertunjukan.
2.       Mereduksi data yaitu setelah data yang dicari terkumpul, kemudian diseleksi validitasnya dan disusun.
3.       Menyajikan data yaitu setelah data yang diseleksi kemudian disajikan menjadi sebuah karya tulis atau skripsi.
4.       Menarik kesimpulan berdasarkan semua hal yang telah direduksi dan disajikan. Apabila hasil kesimpulan yang ditulis kurang memadai, maka peneliti melakukan penelitian ulang untuk mencari data yang dianggap penting.
F.       Teknik Keabsahan Data
Untuk menguji validitas data dari penelitian kulaitatif dapat dilakukan dengan berrbagai cara. Pada metode penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan trianggulasi yaitu penguatan bukti dari individu-individu yang berbeda dalam deskripsi dan tema-tema dalam penelitian kualitatif (Emzir, 2011:82). Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan  melalui sumber lain.
G.      Analisis Data
Karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka penelitian ini juga dapat disebut penelitian diskriptif. Sehingga menurut proses, sifat, dan data riset diskriptifnya bersifat eksploratif. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis interaktif. Dalam analisis interaktif ini dapat di jelaskan sebagai berikut:

1.       Reduksi data
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerderhanaan data “kasar” yang muncul dalam catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data.
2.       Model Data
Diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian data, peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman tentang penyajian data.
3.       Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil akan ditangani secara longgar dan tetap terbuka sehingga kesimpulan yang semula belum jelas, kemudian akan meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan ini juga diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan maksud-maksud menguji kebenaran, kekokohan dan kecocokannya yang merupakan validitasnya (Emzir, 2011:129-133).



 










Gambar 3.1. Analisis Kualitatif Model Interaktif Miles dan Huberman (dalam H.B. Sutopo, 2006:120)
Sesuai gambar di atas, analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis interaktif. Pengumpulan data pada analisis interaktif ditempatkan sebagai komponen yang merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Pada proses pengumpulan data pada analisis tersebut seorang peneliti akan terlibat dalam melakukan perbandingan-perbandingan data, sehingga apabila peneliti tidak aktif dalam melakukan analisis, maka data tersebut tidak akan terlacak secara induktif hingga hingga sesuai dalam cakupan dari suatu permasalahan (Burhan Bungin, 2003:70).


Hasil Penelitian
A.    Tinjauan Singkat Desa Baderan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi
1.       Keadaan geografis
Desa Baderan merupakan desa yang berada dibagian selatan Kabupaten Ngawi, dengan batas desa sebelah utara adalah Desa Klampisan Kecamatan Geneng, sebelah selatan adalah Desa Jeruk Kecamatan Kartoharjo, sebelah barat        adalah Desa Keniten Kecamatan Geneng, sebelah timur adalah Desa Pojok Kecamatan Kwadungan (Sumber: Profil Desa Baderan tahun 2010).
Adapun orbitas Desa Baderan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi antara lain jarak ke Ibu Kota Kecamatan terdekat adalah 3 km. Lama jarak tempuh ke Kecamatan terdekat 15 menit. Jarak ke Ibu Kota kabupaten atau kota terdekat 12,5 km, dan jarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten atau Kota terdekat adalah 1 jam  (Sumber: Profil Desa Baderan tahun 2010).
2.       Keadaan Demografis
Demografis merupakan suatu data yang berisikan tentang kondisi suatu masyarakat.Di dalamnya terdapat data yang diambil oleh peneliti yang berguna untuk penelitian.
Data-data tersebut adalah:
a.       Penduduk
Jumlah penduduk Desa Baderan  berdasarkan data dari profil desa Baderan tahun 2010 adalah 4.082 jiwa yang memiliki kepadatan penduduk 1.021 jiwa/km2. Penduduk Desa Baderan terdiri dari 1.890 orang laki-laki dan 2.192 orang perempuan. Penduduk di wilayah Desa Baderan dari tahun 2010 sampai 2011 mengalami penurunan. Hal ini dapat diketahui dari jumlah penduduk Desa Baderan pada tahun 2010 berjumlah 4.082 jiwa.Dan pada tahun 2011 penduduk berkurang menjadi 3.951 jiwa/penduduk. Pengurangan penduduk ini dikarenakan beberapa factor antara lain:
-          Meningkatnya angka kematian
-          Banyak masyarakat yang bekerja keluar daerah
b.       Mata pencaharian
Masyarakat di Desa Baderan mempunyai mata pencaharian yang bermacam-macam, antara lain sebagai berikut:
Tabel. 4.3 Mata pencaharian di Desa Baderan tahun 2010
No
Mata Pencaharian
Jumlah
1.
Petani
500 orang
2.
Buruh tani
400 orang
3.
Buruh migran
34 orang
4.
Pegawai Negeri Sipil
97 orang
5.
Pengrajin industri rumah tangga
2 orang
6.
Pedagang keliling
9 orang
7.
Peternak
72 orang
8.
Montir
3 orang
9.
Pembantu rumah tangga
14 orang
10.
TNI
9 orang
11.
POLRI
5 orang
12.
Pensiunan PNS/TNI/POLRI
14 orang
13.
Pengusaha kecil menengah
1 orang
14.
Dosen swasta
1 orang
15.
Karyawan perusahaan swasta
18 orang
16.
Sopir
7 orang
17.
Tukang becak
1 orang
18.
Tukang batu/kayu
18 orang
19.
Kusir dokar
1 orang
Jumlah
1.206 orang
Sumber: Monografi Desa Baderan tahun 2010
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penduduk Desa Baderan sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani 500 jiwa, buruh tani berjumlah 400 jiwa, dan pegawai negeri sipil berjumlah 97 orang.
c.     Agama
Pembagian jumlah penduduk Desa Baderan berdasarkan agamanya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Pemeluk Agama Desa Baderan
No
Keterangan
Jumlah
1.
Islam
4.081 orang
2.
Kristen
1 orang
3.
Hindu
-
4.
Budha
-
Jumlah
4.082 Orang
Sumber: Monografi Desa Baderan tahun 2010
Berdasarkan table di atas , masyarakat Desa Baderan sebagian penduduknya beragama islam dengan jumlah 4.081 orang, sedangkan pemeluk agama Kristen hanya 1 orang.
d.       Pendidikan
Pembagian jumlah penduduk Desa Baderan berdasarkan tingkat pendidikan sebagai berikut:
Tabel 4.5 Tingkat pendidikan penduduk Desa Baderan
No
Keterangan
Jumlah
1.
Penduduk tamat SD/sederajat
70 orang
2.
Penduduk tamat SLTP/sederajat
56 orang
3.
Penduduk tamat SLTA/sederajat
168 orang
5.
Penduduk tamat D-2
4 orang
6.
Penduduk tamat D-3
14 orang
7.
Penduduk tamat S-1
60 orang
8.
Penduduk tamat S-2
1 orang
Jumlah
373 orang
Sumber: Monografi Desa Baderan tahun 2010
Berdasarkan tabel di atas, Desa Baderan pada tahun 2010 memiliki penduduk yang tamat SLTA/sederajat dengan jumlah 168 orang, sedangkan yang tamat SD/sederajat hanya berjumlah 70 orang.
B.     Ketertarikan Masyarakat Desa Baderan Terhadap Seni Karawitan
Masyarakat Desa Baderan pada sampai saat ini masih memiliki kebudayaan yang masih dipegang teguh dalam kehidupanya. Pada setiap acara yang berkaitan dengan adat istiadat misalnya khitanan, pernikahan, dan acara tasyakuran masyarakat Desa Baderan pada umumnya memeriahkan acara tersebut dengan menampilkan kesenian tradisional. Pada sekitar tahun 2000-an, seni pertunjukan yang sering ditampilkan pada acara-acara tertentu oleh masyarakat adalah elekton dan campursari. Elekton dan campursari pada saat itu mendominasi setiap seni pertunjukan yang diadakan masyarakat. Mereka menampilkan kedua kesenian tersebut dengan alasan bahwa elekton dan campursari merupakan seni pertunjukan yang ekonomis dan pada pergelaranya mampu menampilkan berbagai jenis musik, baik itu dari musik campursari, dangdut, pop, bahkan dari musik karawitan, sehingga dengan kriteria tersebut pada saat itu masyarakat lebih memilih elekton dan campursari sebagai hiburan dalam acara yang mereka tampilkan. Selain itu dengan menampilkan pertunjukan seni karawitan mereka merasa bangga atau mendapat kemantapan “sreg” dalam hati mereka (wawancara dengan Selo, 20 Juli 2012).
Pada awal tahun 2002 seni pertunjukan karawitan mulai dipertontonkan dalam setiap acara hajatan yang diadakan oleh setiap masyarakat. Intensitas penampilan pertunjukan seni karawitan pada tahun ini masih terbilang jarang, hal ini disebabkan masih banyak masyarakat yang lebih memilih elekton dari pada karawitan. Pada tahun-tahun ini merupakan masa transisi dalam bidang seni pertunjukan sebagai sarana hiburan pada setiap acara yang diadakan oleh masyarakat Desa Baderan (wawancara dengan Suwarto, 21 Juli 2012).
Perkembangan pertunjukan seni karawitan pada tahun 2005 sampai 2008 di masyarakat mengalami penurunan. Adanya penurunan ketertarikan masyarakat pada karawitan disebabkan karena pada saat itu adanya sebuah alternatif hiburan yang baru dan mampu menarik masyarakat baik itu masyarakat Desa Baderan maupun desa-desa lainya. Adapun alternatif hiburan yang baru tersebut adalah seni hadroh modern. Seni hadroh modern merupakan penggabungan antara seni hadroh klasik dengan didukung alat-alat modern (wawancara dengan Suwarto dan V. Mubarrok, 21 Juli 2012).
Pertunjukan seni karawitan di Desa Baderan peminatnya mengalami peningkatan sejak tahun 2009 sampai sekarang. Baik mereka dari kelas sosial menengah ke atas bahkan menengah ke bawah menampilkan kesenian tersebut. Hampir pada setiap hajatan yang mereka adakan selalu menampilkan karawitan sebagai seni sarana hiburan. Mereka mulai meninggalkan seni hadroh modern dan lebih memilih seni karawitan.
C.    Motivasi Masyarakat Desa Baderan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi Mengadakan Pertunjukan Seni Karawitan
Generasi muda zaman sekarang cenderung lebih memilih sebuah seni hiburan yang lebih menarik atau lebih trend. Mereka tidak memiliki antusias dengan kebudayaan yang mereka miliki dan salah satunya adalah kesenian karawitan. Untuk itulah masyarkat Desa Baderan dengan menampilkan pertunjukan seni karawitan berharap dapat menimbulkan rasa suka mereka terhadap kesenian mereka sendiri (wawancara dengan Suwarto, 21 Juli 2012).
Masyarakat Desa Baderan mencoba untuk memperkenalkan kembali kesenian karawitan kepada generasi muda dengan cara menampilkan kesenian tersebut dalam suatu acara yang diadakan oleh masyarakat Desa Baderan. Dengan seringnya ditampilkan didepan umum, generasi muda diharapkan mampu untuk membangkitkan kembali kesenian karawitan yang sudah ada di Desa Baderan (wawancara dengan Selo, 20 Juli 2012).
D.    Dampak Sosial Budaya Seni Karawitan di Desa Baderan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi
1.       Dampak Sosial
Masyarakat Desa Baderan yang mengadakan seni karawitan tidak memandang apakah mereka dari status sosial kelas menengah ke bawah atau kelas menengah ke atas. Mereka mengadakan seni hiburan tersebut karena ada kesadaran dari mereka untuk melestarikanya. Setelah mengadakan pertunjukan tersebut tidak ada perubahan status sosial yang signifikan bagi masyarakat, akan tetapi pada awalnya tahun 2002 ataupun 2009 ada sedikit perbedaan status sosial bagi mereka, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut awal eksisnya pertunjukan seni karawitan, sehingga masyarakat menganggap bagi mereka yang menampilakn kesenian tersebut merupakan orang-orang yang mempunyai status sosial yang cukup tinggi di masyarakat.
2.       Dampak Budaya
Dampak budaya yang ada pada masyarakat Desa Baderan adalah mereka merasa dengan melestarikannya pertunjukan seni karawitan mampu mempengaruhi generasi muda untuk juga ikut melestarikanya. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat Desa Baderan pada tahun 2011 mulai melestarikan kembali seni karawitan dengan mengadakan kembali perkumpulan karawitan yang diikuti oleh beberapa generasi muda, dan sampai sekarang ini perkumpulan tersebut mulai berkembang sedikit demi sedikit. Pada sekarang ini group yang sedang dirintis oleh masyarakat Desa Baderan adalah “Marsudi Laras”. Perkembangan pada group karawitan ini belum maksimal.Mereka masih dalam tahap latihan dan baru satu kali pentas.(wawancara dengan Harsono, 23 Juli 2012)

Pembahasan
A.      Pertunjukan Seni Karawitan
Masyarakat Desa Baderan mulai tertarik dengan karawitan sebagai pertunjukan seni sudah sejak lama. Seiring berkembangnya zaman seni karawitan pun mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut disebabkan banyaknya kesenian modern yang lebih popular dan banyak diminati para remaja pada saat ini. Pertunjukan seni karwitan mulai kembali diminati pada masyarakat Desa Baderan tahun 2002.
Alasan mereka menampilkan kembali seni karawitan sebagai salah satu seni hiburan masyarakat karena mereka mengalami kejenuhan dengan pertunjukan seni yang ada. Mereka beranggapan bahwa kesenian modern kurang memiliki keindahan. Dengan menampilkan seni karawitan sebagai salah satu seni pertunjukan, mereka merasa mendapatkan kemantapan atau “sreg” dalam hati. Dengan kata lain apabila mereka memiliki hajatan dan tidak “gantung gong”, maka mereka tidak akan merasa telah mengadakan hajatan. Selain itu adanya modernisasi pada pertunjukan karawitan yaitu dengan adanya kreasi-kreasi baru pada kesenian tersebut membuat masyarakat lebih berminat pada seni hiburan tersebut.
Meskipun dapat digolongkan mahal karena dalam satu pegelaran seni karawitan mencapai 3 sampai 4 juta rupiah, masyarakat Desa Baderan tidak mempermasalahkanya, hanya pada awal munculnya kembali tahun 2002 saja mereka sedikit mengalami permasalahan berkaitan dengan mahalnya biaya. Hal ini disebabkan karena rendahnya perekonomian masyarakat pada waktu itu. Pada masa ini hanya orang yang ada pada kelas atas saja yang mampu menampilkan kesenian ini. Pada perkembangannya masyarakat mulai dari kalangan menengah atas bahkan masyarakat dari kelas bawah pun nekat untuk menampilkan pertunjukan seni karawitan pada hajatan yang mereka adakan demi untuk mendapatkan kemantapan hati mereka dan ingin melestarikan kembali kebudayaan pertunjukan seni karawitan di masyarakat umum khususnya para pemuda yang kurang begitu antusias terhadapnya. Selain itu, masyarakat Desa Baderan yang sebagaian besar bermata pencaharian sebagai petani mulai mengalami peningkatan pada sektor perekonomiannya (wawancara dengan Selo, 20 Juli 2012). Perkembangan pertunjukkan seni karawitan di Desa Baderan dapat dibagi ke dalam tahapan sebagai berikut:
1.       Perkembangan Seni Karawitan Pada Tahun 2002 sampai 2005
Pertunjukan seni karawitan sebagi salah satu seni hiburan rakyat pada tahun 2002 sampai 2005 mulai muncul kembali di kalangan masyarakat. Pada tahun-tahun sebelumnya pertunjukan seni karawitan kurang begitu diminati masyarakat, hal ini disebabkan adanya perubahan pemikiran tentang kebudayaan yang seharusnya dilestarikan, akan tetapi masyarakat sendiri kurang antusias dalam pengembangannya. Kurangnya antusiasme masyarakat dalam perkembangan seni pertunjukan karawitan lebih disebabkan karena pengaruh semakin majunya peradaban zaman..
Pertunjukan seni modern seperti elekton dan campursari mulai muncul sekitar tahun 2000-an. Pertunjukan tersebut ini mulai ada pada masyarakat Desa Baderan karena pengaruh dari daerah-daerah sekitarnya yang lebih dulu sering menampilkan pertunjukan seni modern tersebut. Setelah dalam kurun waktu 2 tahun elekton dan campursari menjadi seni hiburan favorit masyarakat, pada tahun 2002 kesenian karawitan mulai muncul sebagai alternatif hiburan rakyat yang sudah tidak asing lagi.
Pertunjukan seni karawitan apabila dilihat dari segi peralatannuya tidak jauh beda dengan pertunjukan seni karawitan pada zaman dulu. Seni karawitan dikatakan lengkap apabila terdiri dari 15 komponen atau gamelan yaitu, bonang, bonang penerus, kempul, kenong, demung, saron, peking, slenthem, gender, gambang, kendang, siter, rebab, suling, kempyang, dan ada beberapa tambahan peralatan yang digunakan sebagai tambahan agar pertujukan seni karawitan menjadi lebih ramai seperti kecer dan kendang ketipung. Pada tempat pementasan pertunjukan seni karawitan pada zaman dulu hanya berada di bawah dan beralaskan tikar, sedangkan pada perkembangannya tempat pementasan karawitan lebih baik, yaitu berada di sebuah panggung yang posisinya lebih tinggi dari para penontonya. Penataan panggung pada sebuah pementasan memiliki nilai estetis tersendiri. Panggung yang tinggi memudahkan para pemain karawitan berinteraksi dengan penontonnya (Hendro Martono, 2008:10).
2.       Perkembangan Seni Karawitan Pada Tahun 2005 sampai 2008
Pertunjukan seni karawitan dari tahun 2002 sampai pertengahan 2005 mengalami perkembangan yang positif. Pada tahun-tahun itu pertunjukan seni karawitan mulai mendapat tempat dihati masyarakat, akan tetapi pada akhir tahun 2005 sampai tahun 2008 perkembangan pertunjukan seni karawitan sedikit mengalami penurunan. Adanya penurunan minat terhadap pertunjukan seni karawitan disebabkan karena munculnya alternatif hiburan baru yaitu hadroh modern. Hadroh modern muncul disebabkan karena pada saat itu sedang populer-populernya lagu Islami. Kemunculan seni hadroh modern sendiri tidak hanya muncul pada masyarakat Desa Baderan saja, akan tetapi kemunculan hadroh sebagai alternatif baru dalam seni hiburan juga muncul di daerah-daerah lain.
Pengaruh dari populernya musik Islami dan mahalnya harga menjadi faktor utama menurunya peminat dari seni karawitan. masa ini peran pemuda pun tidak terlihat dalam usaha meningkatkan seni karawitan sebagai salah satu kebudayaan yang harus dilestarikan.Mereka cenderung memilih kebudayaan modern yang dianggap mereka lebih bagus dan ngetrend. Peminat dari pertunjukan seni karawitan yang ada pada masa seperti pada tahun 2002 yaitu kalangan orang-orang tua.
3.       PerkembanganSeni Karawitan Pada Tahun 2009 sampai 2012
Pada perkembangan pertunjukan seni karawitan pada masa ini ditinjau dari segi peralatan dari karawitan tersebut sama dengan pertunjukan karawitan sebelumnya. Karawitan masih dikatakan lengkap apabila terdiri dari 15 komponen atau gamelan dan beberapa tambahan lainya. Sedikit ada perbedaan antara pementasan pertunjukan seni karawitan sebelumnya dengan pementasan pertunjukan seni karawitan sekarang. Perbedaan tersebut terletak pada gendhing-gendhing yang ditampilkan. Pertunjukan seni karawitan lebih banyak menampilkan “gendhing-gendhing dolanan” atau lagu-lagu yang ringan dan yang paling popular pada saat ini misalnya gendhing karawitan terbaru, lagu campursari, dan bahkan lagu dangdut pun mampu ditampilkan dalam pertunjukan tersebut.
Pada masa ini berkembang “gendhing-gendhing dolanan” terbaru yang diciptakan oleh pengarang lokal seperti lele danguk, gelang kalung, joko mlarat, dan lain-lain. Selain itu ada tambahan lagi tentang “tabuhan” atau cara memukul kendang pada saat ini ada tambahan selain cara memukul kendang dengan irama karawitan yang luwes dan jaipong, sekarang ini ditambah dengan irama Bojonegoroan. Adanya perubahan pada seni karawitan tidak terlepas dari perkembangan zaman. Para seniman karawitan menggabungkan antara kesenian modern dengan tradisional agar pertunjukan seni karawitan mampu bersaing dalam era globalisasi (Sumaryono, 2007:5)
Adanya perkembangan pada pertunjukan seni karawitan membuat daya tarik seni karawitan dikalangan masyarakat khusunya golongan tua semakin bertambah. Mereka mulai membentuk kembali group karawitan yang beranggotakan beberapa orang yang sudah berkeluarga namun belum terlalu tua dan mereka berasal dari golongan petani dan buruh tani. Group seni karawitan ini bernama “Marsudi Laras” yang diketuai oleh bapak Harsono. Group karawitan “Marsudi Laras” masih dalam tahap latihan. Untuk menjadi seabuah group karawitan yang terampil dibutuhkan waktu yang lama, karena musik karawitan berbeda dengan musik modern. Musik karwitan tidak mengenal nada diatonis, akan tetapi merupakan jenis musik non diatonis yang menggunakan pathet pelog dan slendro. Group karawitan ini melakukan latihan satu minggu 3 kali dan mendatangkan seorang pelatih dari Desa Jeruk dan salah satu “yaga” atau anggota dari group karawitan “Puspo Laras.” Dalam rentang waktu 1 tahun, group ini baru satu kali disewa dalam sebuah hajatan. Mereka masih kalah bersaing dengan group seni karawitan yang lebih senior (wawancara dengan Harsono, 23 Juli 2012).
Berdasarkan perkembangannya diatas, masyarakat Desa Baderan mengalami beberapa kali perubahan kebudayaan berkaitan dengan pertunjukan seni yang mereka adakan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhinya yang pertama adalah pengaruh daerah lain yang lebih dulu menampilkan pertunjukan seni karawitan sebagai salah satu hiburan. Yang kedua adalah perekonomian masyarakat desa Baderan yang sebagian besar petani dan buruh tani mulai membaik karena didorong stabilnya harga gabah. Pada musim panen kedua tahun 2012 ini harga gabah mencapai 300 ribu rupiah bahkan sampai 440 ribu rupiah per kwintal. Yang ketiga adalah karakter masyarakat khususnya golongan tua yang menyukai kesenian karawitan. Mereka merasa belum lengkap atau “sreg” apabila tidak menampilkan pertunjukan seni karawitan atau istilahnya “gantung gong” pada saat mereka mempunyai hajatan.

B.      Motivasi Masyarakat Desa Baderan Mengadakan Pertunjukan Seni Karawitan
Pertunjukan seni karawitan pada dasarnya sudah dikenal masyarakat Desa Baderan sudah lama. Seiring berkembangnya zaman seni karawitan mulai hilang dari masyarakat. Mereka memilih kebudayaan modern sebagai pilihan utama dalam kehidupan mereka. Pada perkembangannya seni karawitan mulai diminati masyarakat, meskipun ditengah-tengah berkembang pesatnya kesenian modern seperti elekton dan campursari.
Pada setiap hajatan yang diadakan masyarakat Desa Baderan pada saat ini sebagian besar mempertontonkan kesenian karawitan. Mereka merasa bangga dengan menampilkan kesenian tersebut dibandingkan menampilkan kesenian yang lebih modern. Masyarakat berharap dengan semakin seringnya pentas seni karawitan digelar meskipun hanya sebatas hiburan mampu menarik simpati para pemuda Desa Baderan. Mereka berharap para pemuda untuk bisa melestarikan kebudayaan asli masyarakat Jawa, sehingga tetap terjaga kelestariannya meskipun dalan era globalisasi.
C.      Dampak Sosial Budaya Seni Karawitan di Desa Baderan
Pada masa awal munculnya kembali pertunjukan kesenian karawitan, masyarakat Desa Baderan yang sebagian petani dari golongan bawah yang mampu menampilkan kesenian tersebut akan dianggap sebagai orang dari kelas atas. Setelah semakin banyaknya masyarakat yang menampilkan pertunjukan seni tersebut sebagai sarana hiburan membuat pendapat tersebut menjadi hilang. Pada sekarang ini orang yang menampilkan pertunjukan seni karawitan dianggap sama kedudukannya meskipun mereka dari masyarakat yang berstatus sosial tinggi ataupun rendah. Hal ini disebabkan faktor ekonomi masyarakat Desa Baderan yang pada sekarang ini mulai stabil.
Dampak positif dari meningkatnya popularitas pertunjukan seni karawitan sebagai salah satu seni hiburan masyarakat adalah adanya regenerasi seni karawitan yang dilakukan oleh masyarakat. Regenerasi ini bertujuan untuk melestarikan kebudayaan seni karawitan dan pada dasarnya seni karawitan sendiri dapat digunakan sebagai media sosial dan sarana pendidikan, karena di dalam permainan seni karawitan dibutuhkan kehalusan rasa, kejelian, ketelatenan, kesabaran, serta kebersamaan. Group karawitan yang sedang dirintis masyarakat Desa Baderan bernama “Marsudi Laras”. Dibentuknya group seni karawitan ini bertujuan untuk melestarikan kesenian karawitan dan memperkenalkan kepada generasi muda.



PENUTUP
A.      Simpulan
1.       Ketertarikan Masyarakat Desa Baderan Terhadap Pertunjukan Seni Karawitan
Pertunjukan seni karawitan juga merupakan salah satu seni hiburan yang pada sekarang ini banyak diminati masyarakat, meskipun untuk menampilkannya dalam sebuah acara cukup terbilang mahal, akan tetapi masyarakat tetap antusias untuk melestarikanya. Berkembangnya kesenian modern tidak berdampak pada antusiasme masyarakat dalam menampilkan pergelaran seni karawitan. Masyarakat Desa Baderan khusunya golongan tua sudah sejak lama menyukai kesenian tradisional tersebut. Mereka  tertarik kebali dengan kesenian karawitan karena disamping ingin melestarikan kembali, juga adanya perkembangan pada kesenian tersebut yaitu adanya kreasi baru pada kesenian karawitan.
2.       Motivasi Masyarakat Desa Baderan Mengadakan Pertunjukan Seni Karawitan
Masyarakat Desa Baderan menampilkan pertunjukan seni karawitan sebagai salah satu seni hiburan adalah untuk melestarikan kesenian tersebut. Selain itu masyarakat juga ingin memperkenalkan kesenian karawitan kepada generasi muda yang pada saat ini lebih lebih condong kepada kesenian modern. Pada dasarnya kesenian karawitan di Desa baderan sudah ada sejak lama, sehingga masyarakat berkeinginan memunculkan kembali kesenian tersebut.
3.       Dampak Sosial Budaya Pertunjukan Seni Karawitan Di Desa Baderan
Masyarakat Desa Baderan yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani pada awalnya kemunculanya merasa keberatan karena cukup mahalnya biaya sewa seni hiburan tersebut. Pada tahun 2002 awal kemunculannya kembali pertunjukan seni karawitan hanya beberapa orang saja yang mampu menyewa, itupun orang-orang tertentu atau orang dari status sosial yang tinggi. Tahun 2009 sebagai fase ketiga bangkitnya kembali pertunjukan karawitan, masyarakat dari golongan manapun mampu menyewanya. Hal ini dikarenakan faktor ekonomi yang mebaik pada masyarakat Desa Baderan.
Dampak budaya yang terjadi yaitu adanya regenerasi kesenian karawitan. Masyarakat  Desa Baderan membentuk kembali group karawitan yang bernama “Marsudi Laras”. Group ini beranggotakan beberapa orang yang sudah berkeluarga dan belum terlalu tua. Group ini dibentuk bertujuan untuk memperkenalkan kembali kesenian karawitan kepada generasi muda.

B.      Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adapun beberapa saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1.       Bagi Pemerintahan Desa Baderan
Diharapkan pemerintahan Desa Baderan dapat memfasilitasi kesenian karawitan agar kesenian karawitan tidak punah. Fasilitas yang diharapkan tersebut dapat berupa penyediaan peralatan atau gong, karena harga sewa dari gong tersebut cukup mahal.
2.       Bagi Masyarakat Desa Baderan
Untuk melestarikan pertunjukan seni karawitan, masyarakat Desa Baderan harus lebih giat untuk memperkenalkan pertunjukan seni karawitan kepada generasi muda. Selain itu usaha regenerasi yang sudah mulai dirintis oleh masyarakat Desa Baderan harus lebih dimaksimalkan agar mampu menarik minat para pemuda.
3.       Bagi Pemuda Desa Baderan
Pertunjukan seni karawitan merupakan kebudayaan asli masyarakat Jawa dan juga telah ada sejak lama di Desa baderan, sehingga diharapkan pemuda Desa Baderan lebih terbuka untuk mempelajari kesenian karawitan. Pertunjukan seni karwitan harus dijaga kelestariannya agar tidak punah.

DAFTAR PUSTAKA
Burhan Bungin.2003. Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
______________.2007.Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosialnya. Jakarta: Kencana.
Dudung Abdurahman. 2007. Metodologi penelitian sejarah. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media
Edi Sedyawati. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan
Emzir.2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Analis Data. Jakarta: PT. Raja grafindo Persada
H.B. Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian Edisi Kedua. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Jacob Sumardjo dkk.2001. Seni Pertunjuka Indonesia. Bandung: STSI PRESS Bandung
Joko Subagyo. 2004. Metode Penelitian Dalam Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia. 1999. Keragaman dan Silang Budaya. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Manusia
Lexy J. Moelong. 20012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Nakagawa. 2000. Musikdan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
P. Joko Subagyo. 2004. Metode Penelitian Dalam Teori Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Royce Anya, Peterson. 2007. Antropolog iTari. Bandung: STSI PRESS Bandung
Soedarsono. 1985. Gemelan, Drama, Tari, dan Komedi Jawa. Proyeksi Penelitiandan Pengkajian Kebudayaan Nusantara
Soedarsono.1974. Beberapa Catatantentang Seni Pertunjukan Indonesia. Yogyakarta: Konservatortari Indonesia
Soedarsono dkk. 1998. Seni Pertunjukan  Indonesia di Era Global. Yogyakarta: Konservatortari Indonesia
Soejono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Tjokroatmojo dkk.1985.Pendidikan Seni Drama. Surabaya: Usaha Nasional
Waridi dan Bambang Murtiyoso. Seni Pertunjukan Indonesia Menimbang Pendekatan Emik Nusantara. Surakarta: STSI Surakarta

0 Komentar:

Posting Komentar

 
!!!!Ingat pesan BUNG KARNO: JANGAN SEKALI-SEKALI MELUPAKAN SEJARAH!!!!