Nglaras. Menyetem, memberi nada tertentu pada bilangan atau jenis pencon, menyamakan anda pada gamelan. Dengan cara dilaras ini gamelan menjadi enak didengarkan sehingga tidak terdengar sumbang (blero).
Ngukel. Tehnik memainkan melodi gender atau gambang pada tangan kiri dengan gerakan mirip membuat lingkaran. Misalnya memukul nada 6 1 2 1 berulang-ulang.
Nguthik. Variasi permainan bonang supaya bisa runtut.
Nguyu-uyu. Memukul gamelan dengan gendhing-gendhing bonang tanpa disertai instrumen muka (gender, rebab dan pesindhen). Dahulu sebelum upacara pangih temanten, apabila didalam peralatan itu memakai gamelan, maka pada waktu pagi hari telah dibunyikan gending nguyu-uyu.
Nitir. 1. tehnik memainkan instrumen kenong dalam jenis gendhing sampak, dimana pada tiap satu nada diisi dengan dau kali tabuhan atau pukulan kenong; 2. gerak menyerang pada tari gaya Yogyakarta.
Niyaga. Penabuh gamelan (lihat gamelan) Jawa, sering pula disebut dengan pradangga atau wiyaga.
Nyamleng. Penyajian uyon-uyon terutama dengan menggunakan instrumen tabuhan ngarep (lihat tabuhan ngarep) dan vokal.
Nyigar penjalin. Bentuk dari bilahan saron dan gender yang bentuk penampangnya mirip rotan yang dibelah dua. Bentuk nyigar penjalin ini pada umumntya dipakai pada bilahan saron, sedangkan bilahan gender kuningan atau besi.
Ombak. Ombak suara.
Ombakan. Bentuk suatu lagu dari seorang dhalang dengan menggunakan upacara atau yang ditempatkan umumnya pada akhir dari suatu ada-ada.
Ombak banyu. Gerak peralihan yang terdapat pada tari putera halus dan gagah gaya Yogyakarta. Ombak berarti ‘ombak’ banyu, banyu berarti ‘air’. Gerak ini bernama ombak banyu karena pada waktu menggerakkan badan ke kiri dan ke kanan selalu didahului dengan gerak ke atas seperti gerak ombak air. Gerak ini dipakai pada tari Lawung dan adegan-adegan penghadapan pada drama tari.
Ombak banyu wirama rangkep. Gerak ombak banyu (lihat ombak banyu) yang dilakukan dengan irama rangkap (rangkep) yaitu dua kali lebih lambat dari ombak banyu biasa. Gerak ini dipakai pada tari putera halus dan gagah gaya Yogyakarta seperti tari Lawung dan adegan-adegan penghadapan pada drama tari.
Ompak. Bagian dari gendhing (lihat gendhing) yang ada di muka sebelum gendhing pokok. Biasanya dibunyikan dua kali tetapi bisa pula diulang-ulang menurut kebutuhannya.
Ompak-ompak. Sama dengan embat (lihat pada embat). Istilah ini umum digunakan didaerah Yogyakarta.
Padhang rembulan. Instrumen yang berbentuk memakai pencu (lihat pencu), tetapi yang dibuta mengkilat hanya pada bagian pencu dan rai saja.
Paku. Alat yang digunakan untuk menahan supaya bilahan saron (lihat saron) tidak mudah bergeser ke kanan atau ke kiri.
Palenggahan. Kulit lembu sebesar ikat pinggang yang dipaku pada lawak kanan dan kiri untuk meletakkan kendhang agar bisa terletak seperti mengantung sehingga suaranya menjadi bening.
Pangkat ndhawah. Transisi dari gendhing (lihat gendhing) ke bagian ndhawah.
Pangkat minggah. Transisi dari gendhing (lihat gendhing) ke bagian minggah.
Pangkon. Tempat meletakkan bilahan jenis saron yang dibuat dari kayu yang bentuknya mirip koyak dengan bagian kanan kiri terdapat hiasan mirip gelung, pada bagian tengah terdapat semacam lubang berbentuk empat persegi panjang sebagai resonator. Pangkon ini mempunyai alas kaki, dan yang bagus dibuat dari kayu nangka.
Pangrawit. Sama dengan pradangga (lihat pradangga).
Panungul. Nama nada di dalam gamelan (lihat gamelan). Untuk pencatatannya biasa diganti dengan angka 1. Nada penunggul hanya terdapat pada gamelan laras pelog.
Papa rara. Orang yang belajar memainkan gamelan di mana orang tersebut sama sekali belum pernah mempelajari cara-cara memukul gamelan, sehingga pelajaran itu dimulai dari awal dan meliputi dasar-dasarnya.
Pasu. Bagian tepi rai (lihat rai) yang melengkung menghubungkan bagian rai dan bau pada jenis pencon.
Patalon. Rangkaian beberapa untuk gendhing yang dibunyikan sebelum pertunjukkan wayang dimulai. Untuk wayang di daerah Surakarta menggunakan rangakaian gendhing Patalon dimulai dari gendhing Cucurbawuk diteruskan Pareanom kemudian diteruskan lagi ladrang Srikaton dan Ketawang Sukmailang, Ayak-ayakan, Srepegan dan diakhiri dengan Sampak, semuanya pathet Manyura. Susunan tersebut untuk wayang kulit purwa.
Patapukan. Lihat wayang topeng.
Pathet. Menunjukkan tinggi rendahnya nada suatu lagu atau gendhing dan juga membatasi naik turunnya nada.
Pelemahan. Punggung dari jenis bilahan yang bagian tengah.
Pelog. Nama nada didalam gamelan (lihat gamelan). Untuk pencatatannya biasa diganti dengan angka 4, nada pelog hanya terdapat pada gamelanl aras pelog (lihat laras pelog).
Pemacu kandha. Juru baca (pemaca) teks ceritera (kandha) pada drama tari wayang wong gaya Yogyakarta. Juru baca ini duduk deretan terdepan. Bahasa Jawa Krama (tinggi, halus) untuk pemaca kandha (lihat pemaos kandha).
Pemangku lagu. Instrumen yang bertugas membawakan lagu pokok atau balungan (lihat balungan). Yang termasuk pemangku lagu ialah saron, demung, peking dan slenthem.
Pemangku irama. Instrumen yang bertugas menggunakan kendhang dalam bentuk gendhing (lihat gendhing) dan menunjukkan macam irama, yang termasuk pemangku irama ialah kethuik, kenong, kempul dan gong.
Pemurba irama. Instrumen yang memimpin atau menentukan lagu, instrumen yang bertuigas sebagai pemurba lagu ialah rebab, gender, dan bonang.
Pencon. (lagu pencu).
Pencu. Bagian yang menonjol berbentuk ½ bulat telur yang terletak pada bagian atas dari kenong, bonang, kethuk, kempyang, slentho, kempul, gong, bendhe.
Pengirit. Orang yang mempunyai jabatan memimpin sekelompok penabuh gamelan di Keraton.
Penitir. Instrumen pukul pada gamelan monggang (lihat gamelan monggang) bentuknya mirip dengan bonang tetapi agak besar sedikit, berjumlah 3 pencon (lihat pencu), disusun berderet di atas rancakan (lihat rancakan) dengan nada 1,6 dan dipukul oleh 3 orang.
Penonthong. Instrument pukul pada gamelan monggang (lihat gamelan monggang), bentuknya mirip dengan kenong tetapi agak kecil, jumlahnya 2 buah dengan nada 4 dan 7 (pelog dan barang).
Penthat. Bagian punggung dari bathokan (lihat bathokan).
Penyenther. Penari yang memimpin jalannya pertunjukkan pada tari Dhoger khususnya di daerah Gunung Kidul. Penari itu membawa aba-aba gendhing atau penari lainnya,sering juga berfungsi sebagai pawang (lihat pawang).
Pesindhen. Vokalis puteri, sering pula disebut waranggana.
Pethat. Tiruan sisir yang dibuat dari kulit kerbau atau sapi, ditatah diberi warna prada dan diberi hiasan ketep dan mote, dipasang pada bagian belakang irah-irahan ikat pada tepen (lihat tepen).
Pi. Singkatan dari pitu, yaitu nada tujuh atau dalam gamelan disebut barang.
Pidih. Bahan rias atau make-up pada wayang wong yang warnanya hitam. Fungsinya untuk memberi kejelasan pada bagian-bagian yang perlu diberi warna hitam.
Pilesan. Variasi kedua permainan kendhang batangan untuk irama 3.
Pindhah pathet. Transposisi.
Pindharsa. Tanjak (lihat tanjak) yang pertama pada akhir bagian merong (lihat merong) dari suatu lagu gamelan atau gendhing ( lihat gendhing).
Pipi. Bagian samping yang mencembung dari instrumen kemanak (lihat kemanak) tempat jatuhnya alat pemukul.
Pipilan. Dari kata pipil yatiu suatu pekerjaan mengambil sesuatu sedikit demi sedikit dilakukan secara kontinyu. Pipilan pada bonang dimaksudkan memukul satu persatu.
Placak. Tempat dudukan (penyangga) kendhang, berbentuk siku-siku kanan dan kiri diberi kulit mirip ikat pinggang sebagai penyangga bila kendhang diletakkan.
Plajaran. Bentuk gendhing dimana tiap-tiap balungan pokok disertai pukulan kenong yang genap disertai pukulan kempul.
2 2 2 1 3 2 1 2 balungan pokok
n n/p n/p n/p n/p n/p pukulan kenong (n) dan kempul (p).
Playon. (lihat plajaran).
Plesedan. Memukul kenong tidak sesuai dengan nada balungan (lihat balungan) dengan maksud untuk memberitahukan bahwa akan diganti variasi lagu yang telah diualang.
Ploncon. 1. Empat orang penari pada tari Lawung (lihat Lawung Ageng) gaya Yogyakarta yang bertugas sebagai pembawa lawung (tombak) yang akan dipergunakan untuk latihan perang oleh penari Jajar dan penari Lurah; 2. Gawang dengan kayu palang yang berlubang-lubang tempat menyimpan tegak beberapa tombak; 3. Kendhang Jawa yang belum diberi kulit, terbuat dari kayu yang berlubang di bagian tengahnya kanan dan kiri. Bahan ploncon yang baik adalah kayu nangka.
Pluntur. Tali untuk merentangkan bilah-bilah gender, slethem, boning, kenong, secara berjajar yang dibuat dari benang yang yang besarnya sekitar ½ cm dengan warna merah.
Pok pencu. Bagian pencu yang terbawah dibawah widheng ( lihat widheng).
Popor ndhuwur. Bagian dari rebab yang terletak di bawah watangan (lihat watangan) berbentuk bulat kerucut dengan garis tengah sekitar 5 cm dan berkerat-kerat. Popor ndhuwur ini merupakan tangkai rebab bagian atas yang menempel pada menthak (lihat menthak), yaitu alat resonator dari kayu atau tempurung.
Popor ngisor. Bentuknya mirip dengan popor ndhuwur (lihat popor ndhuwur) hanya letaknya persis dibawah menthak (lihat menthak) dan agak pendek sedikit dari popor ndhuwur.
Pucuk pencu. Bagian pencu yang teratas tempat jatuhnya tabuh bila sedang dipukul.
Pundhak mekar. Ragam gerak dengan lengan kiri ditekuk ke depan posisi tangan ngruji (lihat ngruji), diakhiri dengan gerak tangan kanan seperti, mengusap muka dengan posisi nyempurit (lihat nyempurit). Gerak ini terdapat pada tari puteri gaya Yogyakarta .
Carikan sekaten. Bentuk suatu lagu bonangan yang dibunyikan pada awal dari tiap gendhing sekaten (lihat gamelan sekaten).
Rai. Bagian permukaan dari jenis konang terletak di bawah pencu.
Rancakan. Tempat untuk meletakkan bilah-bilah saron, gender, bonang yang dibuat dari kayu. Umumnya digunakan dari kayu nangka dan jati.
Rangkep. Rangkap.
Rangkung. Penggosok rebab yang bentuknya mirip dengan busur yang dibuat dari jenis kayu kemuning. Rangkung juga disebut sengreng.
Rau. Lubang klowongan kendhang berbentuk cekung setengah lingkaran sebagai resonator, agar suara kendhang menjadi lebih bening.
Rebab. Alat gesek pada gamelan, berfungsi sebagai pembuka pada jenis gendhing-gendhing rebab. Mempunyai leher panjang yang terbuat dari kayu atau gading gajah, ujung leher ada dua semat (kupingan) suara untuk masing-masing kedua dawai (senar). Dibagian bawah merupakan badan rebab terbuat dari belahan tempurung atau kayu (menthak) dimana bagian muka ditutup dengan kulit tipis yang berfungsi sebagai resonator. Dawai rebab diganjal dengan semacam sisir dari kayu yang disebut (srenten). Selain sebagai pembuka juga berperan sebagai pengisi hiasan-hiasan pada lagu atau gendhing pokok yang dimainkan saron. Rebab digesek dengan pengesek yang dibuat dari kayu dengan rambut dari ekor kuda yang direntangkan oleh jari si pemain.
Rebab byur. Sama dengan rebab (lihat rebab). Pada gamelan yang lengkap terdapat dua rebab, byur dan phontang. Rebab byur dimainkan untuk gendhing pelog, rebab ponthang untuk gendhing slendro.
Recep. Bagian yang rata pada tepi samping instrumen kenong, diatas bagian bau.
Recap nglengkeh. Recap yang bentuknya lebih dicekungkan (lihat recap).
Recep pajeg. Recap yang bentuknya rata (lihat recep).
Rengeng-rengeng. Menyanyikan atau melagukan suatu tembang (lihat tembang) tetpai lebih ditujukan untuk dirinya sendiri. Menyanyi atau melagukannya dengan pelan-pelan.
Rep. pergantian permainan gamelan dari pukulan keras menjadi pelan.
Risikan gamelan. Pembagian instrumen gamelan atas dasar golongan-golongannya. (1). Golongan yang dipukul (idiophone) meliputi jenis saron, gender, bonang, . (2). Golongan yang ditepak meliputi berbagai kendhang, (membrandphone). (3). Golongan yang dipetik (crodophone) siter dan clempung, (4). Golongan yang ditiup (aerophone) yaitu suling dan (5). Golongan yang digesek yaitu rebab.
Rijal. Instrumen pukul bentuknya mirip dengan bonang penerus (lihat bonang penerus) berjumlah 8 pencu (lihat pencu) dengan nada semua sama yaitu nada gulu atau 2, dipukul oleh 4 orang, merupakan kelengkapan instrumen gamelan monggang (lihat gamelan monggang).
Rinding. Nama instrumen, dibuat dari bambu dengan mulut sebagai resonator.
Rog-rog asem. Lamba (lihat lamba) yang terdapat di tengah-tengah gendhing (lihat gendhing), atau akhir dari gendhing. Rog-rog asem biasanya terdapat pada gendhing-gendhing gangsaran yang sering berganti-ganti iramanya.
Sak ulihan. Memainkan suatu gendhing dari permulaan sampai jatuhnya gong akhir dan kemudian kembali lagi ke permulaan. Bila diulang dua kali disebut rong ulihan.
Salah gumun. Memukul 2 buah nada yang melampaui 2 bilah dari nada yang bersangkutan terhadap accordnya sehingga menimbulkan paduan suara yang enak didengar.
Contoh: 3 - 6 : 6/3
5 - 1 : 1/5
Salisir. Suatu bentuk tembang untuk gerongan (lihat gerongan) yang terdiri atas 4 bait.
Samopa. Gamelan (lihat gamelan).
Sampak. Bentuk gendhing yang tiap-tiap balungan pokoknya disertai 2 pukulan kenong, pada pukulan kenong yang genap disertai pukulan kempul.
2 2 2 2 2 balungan pokok
n n/p n/p n/p n/p pukulan kenong (n) dan kempul (p).
Samya swara. Koor di dalam gerongan suatu gendhing dengan tanpa sindhenan (lihat sindhenan). Didalam dunia karawitan Jawa merupakan istilah baru terutama setelah berkembang karawitan yang dilakukan oleh pemukul gamelan dan penggerong (lihat gerong) yang dimainkan oleh anak-anak kecil.
Sanggan. Semacam paku yang bagian atasnya bercabang dua, digunakan untuk mengantungkan bilahan gender, slenthem, yang dibuat dari kuningan. Kepala sanggan yang bercabang dua itu tempat masuknya tali pluntur (lihat pluntur).
Santiswaran. Suatu bentuk lagu vokal yang mengambil dari gendhing Jawa dan slawatan dipadu sedemikian rupa sehingga merupakan suatu bentuk lagu tertentu, dengan iringan kendhang, jedhor, terbang, dan kemanak. Di dalam santiswaran ini kelihatan perpaduan antara rasa Islam dan Jawa.
Sapangkon. Sama dengan sarancak (lihat sarancak).
Saparangkat. Susunan gamelan yang lengkap, terdiri dari kelompok yang berlaras slendro dan pelog.
Saput. Salah satu benda istana (lihat ampilan dalem) seperti tempat dari segala macam alat, merupakan simbul dari kesiap siagaan.
Sarancak. 1. sebutan untuk sebuah instrumen gamelan misalnya bonang sarancak, saron sarancak; 2. untuk menyebutkan susunan gamelan yang lengkap tetapi hanya terdiri dari slendro atau pelog saja.
Sari swara. Notasi lagu atau titik laras (lihat titik laras) berdasar tonika.
Sari tunggal. Komposisi tari tunggal puteri gaya Yogyakarta yang merupakan susunan ragam-ragam beksa puteri (lihat beksa putri) atau tari puteri. Komposisi ini kebanyakan ditarikan dalam bentuk komposisi kelompok dan lebih banyak hanya untuk latihan.
Saron. Nama instrumen, bentuknya bilahan (lihat bilahan), fungsi saron untuk memainkan lagu pokok atau balungan (lihat balungan).
Saron demung. Nama instrumen dalam kelompok saron yang paling kecil bentuknya dengan paling tinggi oktafnya.
Saron ricik. Nama instrumen dalam kelompok saron yang beroktaf sedang dan sering pula disebut dengan saron barung.
Sekar. Ornamen didalam tembang (lihat tembang) atau gamelan (lihat gamelan).
Sekardlima. Nama instrumen, terdapat pada gamelan kodhok ngorek, terdiri beberapa bel (kelithing) yang dirangkai menjadi beberapa kelompok dan digantungkan pada sebuah tiang.
Sekar gendhing. Tembang (lihat tembang) yang diiringi dengan bunyi gamelan (lihat gamelan), biasanya dalam bentuk ladrang atau ketawang.
Sekar medura. Komposisi tari kelompok berpasangan gaya Yogyakarta yang dibawakan oleh 8 orang penari pria yang dicipta oleh Sultan Hamengku Buwana I pada abad-18. tari ini merupakan upacara bergembira yang diakhiri dengan minum minuman keras yang dituangkan dalam botol ke dalam gelas. Karena itu tari ini juga disebut Beksan gendul. Gendul berarti ‘botol’. Nama Sekar Medura konon untuk menghormat pasukan Kesultanan Yogyakarta yang mendapat bantuan dari orang-orang Medura. Penari yang berjumlah 8 dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama terdiri dari 4 penari yang menari dengan tipe tari puteri halus, kelompok kedua terdiri dari 4 penari yang menari dengan tipe tari seorang Batak (pemimpin) dan 3 orang endhel (pengikut).
Sekati. Nama seperangkat gamelan pusaka Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Dibunyikan pada setiap tanggal 5 sd 12 bulan maulud untuk menghormati peringatan lahir dan wafat Nabi Muhammad S.A.W, termasuk jenis gamelan pakurmatan (penghormatan), berlaras pelog. Gamelan sekati ini dibunyikan di dua bangunan terletak di dalam halaman Masjid Ageng. Gamelan Sekati Keraton Surakarta bernama kanjeng Kyai Gunturmadu pusaka dari Majapahit dan Guntursari dibuat pada jaman Pakubuwana IV, di Yogyakarta bernama Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Gunturmadu yang dibuat keduanya pada jaman Sultan Hamengku Buwana I.
Seleh. Tempat berhentinya suatu lagu didalam tembang atau suatu gendhing.
.Semeleh. Akhir bait.
Sendhon. Lagu dari seorang dhalang yang diambil dari sekar ageng atau tembang, yang diiringi dengan gender, gambang, dan suling. Sebagai contoh misalnya dalam menggambarkan suasana sedih dengan diiringi dengan sendhon tlutur, ini umumnya suasana sedih dengan diiringi dengan gaya Surakarta. Di Yogyakarta untuk lagu suasana sedih selain instrumen tersebut diatas masih ditambah dengan rebab.
Senggakan. Suara aransemen vokal untuk mengisi kekosongan pada sela-sela vokal.
Senggaren. (lihat kosok).
Seseg. Irama cepat.
Sesegan. Suatu bentuk lagu yang khusus digunakan hanya untuk irama seseg (cepat) saja. Bagian ini merupakan bentuk yang tersendiri, bila tidak irama sesegan tidak dipukul.
Seser. Benag berbentuk cincin yang dikaitkan kepada kedua dawai rebab agar supaya eneng (lihat eneng) tidak jatuh ada suara rebab menjadi lebih nyaring dan halus. Seser ini letaknya dibawah srenten (lihat srenten).
Sindhenan. Lagu yang biasanya dinyanyikan oleh pesindhen (pesindhen).
Singgetan. Transisi atau perpindahan.
Singir. (lihat modring).
Sirig. Nama instrumen, golongan instrumen petik.
Siteran. Susunan instrumen gamelan yang terdiri dari siter barung, siter penerus, siter peking, siter penembung, kendhang ciblon kecil, dan gong bumbung. Sebelum itu sering gong bumbung diganti dengan gong gendul (botol bekas minuman keras).
Siter peking. Nama instrument, golongan instrumen petik. Nada-nadanya 1 oktaf lebih tinggi daripada siter (lihat siter).
Siyak. Isyarat dari dhalang atau kendhang untuk membuat suatu gendhing dari irama lambat menjadi cepat, dan kemudian melambat kembali, dimana yang berbunyi hanya instrumen rebab, gender, kendhang, slethem dan gong.
Slenthem. Nama instrumen bentuknya seperti gender penembung tetapi pada bilahannya memakai pencu (lihat pencu).
Slentho. Nama instrumen bentuknya seperti demung tetapi memakai pencu.
Slepengan. Bentuk gendhing dimana tiap-tiap 2 balungan pokok disertai pukulan kenong, pada pukulan kenong yang genap disertai pukulan ke kempul, sedangkan pada balungan pokok yang gasal disertai pukulan (kethuk).
3 5 2 3 5 6 5 3 balungan pokok t n t n/p t n t/n t n/p pukulan kethuk (t), kenong (n) dan kempul (p).
Soran. Penyajian gendhing-gendhing (lihat gendhing) dengan sora atau keras, biasanya instrumen gender, gambang dan rebab tidak dibunyikan.
Sorogan. Bilahan gambang atau gender yang digunakan untuk menggantikan bilahan yang lain, sehingga terjadi perubahan laras. Umumnya dari laras pelog pathet lima atau nem beralih ke pelog pathet barang. Cara dengan jalan sorogan ini pada dasarnya dikarenakan instrumen gambang atau gender itu tidak lengkap, dimana seharusnya untuk masing-masing pathet harus mempunyai instrumen gambang atau gender tersendiri sehingga terdapat satu gambang atau gender berlaras pelog lima atau nem dan satu lagi berlaras pelog barang.
Srambahan. 1. tehnik memainkan kendhang dimana lagunya hanya dimainkan sekali sesudah buka (lihat buka). Srambahan ini terdapat pada jenis kendhangan bentuk gendhing lancaran, ketawang. 2. di dalam sulukan (lihat suluk) berarti lagu dari suluk tersebut dapat digunakan untuk berbagai macam adegan atau suasana dalam adegan atau suasana dalam adegan wayang.
Srenten. Kayu tipis dengan kaki yang memanjang horisontal kurang lebih 14 cm, dibagian tengah terdapat semacam leher dengan kepala berbentuk semacam jajaran gendjang dan terdapat dua kerat pada bagian tengah empat meletakkan dawai. Srenten ini sebagai alat penyangga dawai yang dipasang pada tilam (lihat tilam) yaitu alat resonator pada rebab.
Srokal. Mondring (lihat mondring) yang berisi tentang kisah kelahiran Nabi Muhammad.
Suluk. Bentuk lagu dari seorang dhalang yang biasanya diambil dari Sekar Ageng atau tembang macapat, dengan iringan instrumen rebab, gender, gambang dan suling, di Yogyakarta disebut lagon.
Suwekan. Tutup pada bagian atas bumbungan yang berlubang pada tengahnya, besar kecilnya lubang ini disesuaikan dengan nada bilahan. Pada nada yang besar lubang ini makin kecil pada nada kecil lubang ini makin besar. Lubang inilah yang disebut suwekan.
Suwuk. Berhenti.
Suwukan. 1. nama gong kecil dengan ukuran garis tengah sekitar 60-70 cm, biasa untuk jatuhnya gong pada gendhing jenis lancaran (lihat lancaran) yang ditabuh bergantian dengan kempul dan gong ageng; 2. salah satu bentuk lagu yang hanya dilalui bila akan suwuk saja (lihat suwuk). Tidak semua gendhing mempunyai bentuk suwukan tilah ini untuk gaya Surakarta.
Suwuk gropak. Isyarat untuk berhenti dengan irama yang cepat sekali. Biasanya digunakan pada bentuk gendhing iringan wayang bilamana mengiringi adegan raksasa.
Swara nyorog. Suara dari seorang yang sedang melagukan satu lagu atau tembang dimana untuk nada suara yang tinggi karena tidak tercapai sehingga menyambungnya dengan suara sorogan. Umumnya dilakukan oleh para pesindhen (lihat pesindhen).
Tabuh. Alat pemukul gamelan.
Tabuhan. Tehnik memukul gamelan.
Tabuhan ngajeng. Kelompok instrumen gamelan yang terdiri dari rebab, gender barung, gender penerus, gambang, clempung, suling.
Tabuhan rampak. Tehnik memainkan keseluruhan instrumen gamelan, dimana seluruh instrumen dapat terdengar harmonis satu dengan yang lain tidak saling menonjol.
Tabuhan tengah. Kelompok instrumen gamelan yang terdiri dari dari demung, saron penerus, peking, kethuk, kempyang, engkuk kemong, kenong, kempul, dan gong
Tambak sampur. Sampur (lihat sampur) sebelah kanan dan kiri yang disampirkan pada bahu sebelah kanan dan kiri pula, tetapi masih dipegang dengan tangan kanan dan kiri.
Tambang sampur. Sampur (lihat sampur) sebelah kanan ditumpangkan pada bahu sebelah kiri, sedang sampur sebelah kiri ditumpangkan pada bahu sebelah kanan.
Tampi. Niaga (lihat niaga) yang mendapat tugas untuk menabuh gamelan (lihat gamelan).
Tanggep anerangbaya. Suatu cara untuk mengajar keterlambatan irama dengan jalan langkah memotong irama tersebut dan menjatuhkan kaki pada irama kenong atau gong.
Tanggap raras. Langkah mundur dari salah satu kaki untuk menyesuaikan tempat agar tepat seperti yang dimaksudkan.
Tanggap sawega. Sikap menahan letak kaki pada saat sebelum tanjak (lihat tanjak) pada irama kenong atau gong.
Tanggap sudira. Sama dengan hadilaga (lihat hadilaga).
Tanjak harsaya. Tanjak (lihat tanjak) yang tepat jatuh pada irama kenong (lihat kenong).
Tapak jalak. Gerakkan di dalam tarian Dhoger di daerah Gunung kidul, yang mengambil dari gerakan pencak silat. Disebut tapak jalak karena posisi gerakan tangan ini mirip tapak (bekas injakan) kaki burung jalak.
Tawonan. Rotan yang dianyam berbentuk bujur sangkar dengan ukuran kurang lebih 5 x 5 cm, tebal kira-kira 3 cm, digunakan sebagai alas bilahan saron, dan dipegang di atas rancakan diberi pengancing paku agar tidak terlepas.
Tebokan bem. Kait lembu atau kijang yang berbentuk bulat digunakan untuk menutupi jenis kepala kendhang di bagian yang besar. Tebokan bem ini untuk jenis kendhang ciblon bergaris tegak sekitar 35 sampai 40 cm, jenis kendhang ketipung garis tengahnya lebih kecil lagi, sedang jenis kendhang gendhing atau kendhang ageng garis tengahnya mencapai 60 sampai 75 cm.
Tebokan kemyang. Fungsinya sama dengan tebokan bem (lihat tebokan bem), hanya ukurannya lebih kecil yaitu sekitar 25 sampai 27 cm dipasang pada kepala kendhang kecil.
Teka njejak. Seorang dhalang yang dipanggil untuk mendhalang, dimana oleh yang memanggilnya telah disediakan segala perlengkapan untuk pertunjukkan wayang, baik wayang beserta gamelan dan penabuhnya.
Thelengan. Cara merias bagian mata (lihat gabahan) untuk karakter-karakter gagah yang mempunyai ragam tari kambeng (lihat kambeng), seperti Bima, Gathutkaca, Antareja dan lain sebagainya.
Tembang. Nyanyian Jawa.
Terbang. Rebana.
Thetheg. Nama instrumen, bentuknya seperti bedhug tetapi lebih kecil.
Tilam. Kulit lapis sebagai membram yang dilekatkan merentang pada menthak (lihat menthak).
Timang. Pengecang kamus (lihat kamus) juga berfungsi sebagai hiasan pada tari Jawa. Timang terbuat dari logam, biasanya diberi permata.
Tindhih. Orang yang bertugas memimpin gamelan di dalam suatu pergelaran gamelan di dalam Keraton.
Titir. Suara yang terus menerus.
Tledhak-tledhuk. Tehnik memainkan gender, di mana cara membawakan melodi-melodi gender seakan-akan agak lambat, tetapi pada jatuhnya akhir dari bait suatu lagu dapat tepat kedengaran enak.
Tluntur. Bentuk lagu, tembang, gendhing yang mengandung rasa sedih.
Tudung. (lihat suling).
Tumbuk laras. Dua perangkat gamelan yang berlaras slendro dan pelog dimana ada salah satu nadanya yang sama laras suaranya antara nada pada laras slendro dan nada pada laras pelog. Pada umumnya pada yang sama larasnya itu pada nada nem atau lima atau dua. Untuk gamelan di daerah Surakarta umumnya banyak yang tumbuk laras nem, sedang di Yogyakarta tumbuk laras lima atau bem (lihat bem).
Tumbuk nem. Nada nem yang terdapat pada urutan nada pada gamelan laras slendro sama laras suaranya dengan nada nem pada gamelan laras pelog.
Tunggal rasa. Jenis tabuhan kenong di pisah mana tempat jatuhnya kenong pada titilaras, memilih atau menggunakan kenong yang laras suaranya sama dengan laras suara yang ditabuh oleh balungan (lihat balungan), umpamanya balungan jatuh pada laras suara lima maka kenong juga memukul nada lima.
Tunjung. Semacam tangkai yang terletak di bagian bawah dari rebab, berfungsi sebagai alas kaki, bentuknya meteng yaitu di bagian atas mengecil kemudian dibagian tengah mencembung dan bagian bawah mengecil kembali dan terdapat bulatan pipih sebagai alas dasar dari rebab.
Tutupan rebab. Tata jari di dalam tehnik memainkan rebab. Tutupan ini dilakukan dengan jari kiri yang ditekankan sedemikian rupa pada dawai (senar) rebab.
Tutupan suling. Tehnik jari dalam menutup lubang suling untuk memberi nada yang sedang dimainkan.
Tuturan. Memukul kenong yang tidak sesuai dengan nada balungan tetapi pada nada yang sedang dimainkan.
Tuturan. Memukul kenong yang tidak sesuai dengan nada balungan tetapi pada nada kempyung atas.
Ukel pancat. Tehnik memainkan gender dengan sudah banyak variasinya dan sudah mulai lincah umumnya digunakan dalam bentuk ingah (lihat ingah).
Ukur sanak. Melaras gamelan (lihat nglaras) hanya dengan mengandalkan pendengaran si pelaras gamelan saja tanpa alat pengukur nada atau garpu tala. Cara melaras gamelan semacam ini sudah dilakukan oleh para gendhing (tukang pembuat dan pelaras gamelan) sejak dari dahulu sampai sekarang.
Ulem. Istilah untuk menyebut suara yang empuk, baik untuk suara orang maupun suara gamelan.
Ulihan. Bagian terakhir dari pedotan (lihat pedotan).
Umbaran. Menggosok rebab dengan tanpa jari tangan kiri, gunanya untuk mengetahui apakah laras kedua dawainya telah cocok dengan nada yang dikehendaki. Misalnya untuk laras slendro dengan nada dua dan nem (ro lan nem).
Ura-ura. (lihat nembang).
Uran-uran. Ura-ura yang diiringi beberapa instrumen gamelan (lihat gamelan dan ura-ura) yaitu gender, gambang, kenong, kempul,gong, dan kendhang. Uran-uran sering pula disebut dengan rambangan.
Uyon-uyon. Pagelaran atau penyajian gendhing-gendhing (lihat gendhing) Jawa.
Waditra. Gamelan (lihat gamelan).
Waranggana. (lihat pesindhen)
Watangan. Bagian dari instrumen rebab tempat untuk pegangan, letaknya diatas menthak (lihat menthak). Watangan ini bentuknya bulat, pada bagian atas kecil dan bagian bawah mencembung.
Wayang. Arti luasnya seni pertunjukan, baik yang dipertunjukkan dengan boneka maupun yang dibawakan oleh manusia, misalnya wayang kulit, wayang golek, wayang wong, dan pula wayang putih. Arti sempitnya ialah 1 boneka dari kulit dalam pertunjukan wayang kulit, 2. penari dalam drama tari Jawa berdialog prosa lirik yang disebut wayang wong.
Wayuh. Sama dengan tumbuk laras (lihat tumbuk laras), istilah untuk daerah Yogyakarta.
Wayuh Jangga. Sama dengan wayuh nem (lihat wayuh nem), hanya disini yang sama laras suaranya adalah nada jangga dua. Istilah untuk daerah Yogyakarta.
Wayuh nem. Sama dengan tumbuk nem (lihat tumbuk nem), istilah untuk daerah Yogyakarta.
Wengku. Bambu yang dibelah kecil kira-kira separo jari kelingking berbentuk bulat pipih. Sedangkan ukuran bulatan wengku ini tergantung pada besar kecilnya tebokan.
Widheng. 1. semacam goresan yang melengkung mengelilingi dasar pencu (lihat pencu). Umumnya dasar pencu yang memakai widheng ini terdapat pada gamelan buatan lama. Menurut beberapa pembuat gamelan kegunaan dari widheng ini selain bentuk pencu menjadi lebih bagus juga suaranya tambah bening; 2. rias godheg yang ditambah dengan hiasan atau gambaran relung-relung seperti ukel, atau seperti dahan yang melengkung.
Wilahan. Bilah gamelan.
Wilambitalaya. Tempo lambat.
Wiled. Susunan ritmik dan melodik dari nada-nada di dalam pengolahan cengkok (lihat cengkok).
Wirama dados. Sama dengan wirama kalih (lihat wirama kalih). Istilah untuk daerah Yogyakarta.
Wirama mulur. Sama dengan wirama wiled (lihat wirama wiled). Istilah ini umum digunakan dikalangan penabuh di daerah Yogyakarta.
Wirama papat. Sama dengan wirama wiled rangkep (lihat wirama wiled rangkep).
Wirama telu. Sama dengan wirama wiled ( lihat wirama wiled).
Wirama wiled. Suatu bentuk irama dimana di dalam suatu pukulan demung, saron peking dapat memukul dengan 8 kali pukulan.
Wiraswara. (lihat kanca gerong).
Wiyaga. (lihat niyaga).
Wiyaga. Orang yang bekerjanya sebagai pemukul gamelan. Istilah daerah Yogyakarta.
Wudahar. Dimainkan secara keras atau cresscendo.
Wudelan. Bagian bawah dari bilahan saron yang meleleh akibat dari pembuatan luang untuk paku (lihat paku). Wudelan ini biasanya terdapat pada gamelan yang kuno, karena cara pembuatan lubang pada waktu dulu tidak dengan jalan dibor tetapi dengan jalan dipanasi (cor)
Yaga. Orang yang kerjanya sebagai pemukul gamelan. Istilah ini umum dipakai di daerah Yogyakarta.
Remaca Kandha. Sebutan untuk dhalang (lihat dhalang) dalam pentas wayang wong, yang muncul pada zaman Hamengku Buwana VI. Disebut juga pemaos kandha atau pembaca ceritera pada menjelang pertunjukkan.
Nggrudha. Disebut juga ngeceng encot yaitu pola gerak dasar untuk tari puteri gaya Yogyakarta. Pola gerak dasar ini berbentuk tekukan lengan bawah ke depan yang simetris dengan level rendah seperti sayap burung Garuda, serta dibarengi oleh gerak kaki encot. Pola lengan yang simetris yang dilakukan dengan sedikit ditegangkan (ngeceng) serta dengan posisi tungkai dan kaki tertutup ini memberi kesan sifat kewanitaan yang tidak banyak tingkah. Apabila akan dibedakan antara wanita yang lemah lembut dengan yang agak dinamis digunakan ekspresi dan arah tatap muka branyak (memandang ke depan). Perbedaan antara karakter yang rendah hati dengan yang aktif atau agresif dapat dilihat lewat tata rias, arah pandangan muka ke bawah dan berbicara, karakter puteri rendah hati (luruh) mengarahkan pandangannya diagonal ke bawah dan berbicara dengan nada suara tengah ( pada nada suara 2) serta monotonal (misalnya Sumbadra dan Sinta). Adapun karakter puteri yang katif atau agresif (branyak) mengarahkan pandangannya sedikit lurus ke depan serta berbicara dengan nada tengah sedikit agak tinggi (nada 3) serta agak melodis (misalnya Srikandhi dan Larasati). Sifat kelembutan peranan puteri terungkap pula pada kualitas geraknya yang mengalir (legato) dengan tempo lambat.
Surcelli, Gendhing. Gendhing pertama yang disajikan pada pertunjukkan barangan prajurit Keraton Yogyakart. Gendhing ini pada zaman dahulu digunakan untuk penghormatan besar, misal penghormatan kepada Sultan. Digunakan gendhing ini pada awal penyajian ditafsir sebagai penghormatan kepada tuan rumah yang dikunjungi prajurit yang sedang mbarang tersebut, karena gendhing ini pada zaman dahulu digunakan sebagai penghormatan besar.
Kokis-kokis, Gendhing. Gendhing kedua yang disajikan pertunjukan barangan (lihat Barangan Prajurit Keraton Yogyakarta). Istilah kokis-kokis itu sendiri artinya makanan sejenis apem. Istilah kokis-kokis dalam konteks ini digunakan untuk menyindir sikap ragu-ragu patih, putra mahkota, dan pimpinan prajurit, tiga kelompok yang berkedudukan sebagai bangsawan terkemuka di Keraton yang mengetahui penjajahan Belanda di Jawa tetapi tidak memberikan reaksi apa-apa. Sikap ragu-ragu juga dilambangkan melalui melodi, gendhing “kokis-kokis” terdiri dari dua kalimat lagu atau frase lagu; frase pertama dimainkan sekali kemudian frase tiga kali dan di akhir dengan frase pertema lagi. Berulang-ulangnya melodi ditengah memberikan kesan terombang-ambing seperti bentuk makanan kokis-kokis (bulat).
Balo-balo, Gendhing. Gendhing ketiga pada pertunjukan barangan (lihat Barangan Prajurit Keraton Yogyakarta). Balo artinya kurang tanak, mogol (belum masak), bodoh. Dalam konteks ini istilah balo-balo digunakan untuk mengkritik sikap patih, pimpinan prajurit, dan putera mahkota yang ragu itu sebagai tindakan atau sikap yag bodoh, belum dewasa, belum dapat mengambil sikap.
Balo Keling, Gendhing. Gendhing keempat pada pertunjukkan barangan (lihat Barangan Prajurit Keraton Yogyakarta) balo artinya bodoh, sedangkan keling artinya merapatkan. Dalam konteks ini istilah keling berarti merapatkan. Pendirian ragu-ragu itu harus dirapatkan, dipaksakan, dikeling agar mempunyai pendirian atau keberpihakkan keling dapat diartikan sebagai pemaksaan menghilangkan sikap ragu-ragu.
Thinthing Gundha, Gendhing. Gendhing kelima pada pertunjukkan barangan (lihat Barangan Prajurit Keraton Yogyakarta). Istilah thinthing dalam gamelan Jawa digunakan untuk menyesuaikan dua nada. Dalam konteks ini istilah thinthing dapat juga berarti di-takoni keantepane, ditanya kesetiaan atau keberpihakannya kepada siapa. Untuk istilah gundha artinya tumbuh-tumbuhan disawah (yang khas), yang dalam penggunaannya dapat juga digunakan untuk menyebut tanaman yang sudah masak. Dengan mengacu pada penafsiran istilah thinthing dan gundha “adalah melambangkan pernyataan terhadap pendirian patih, pimpinan prajurit dan putra mahkota yang usianya dewasa agar mau menentukan sikapnya. Ini merupakan himbauan raja kepada ketiga bangsawan tersebut.
Roro Tangis, Gendhing. Gendhing keenam pada pertunjukan barangan (lihat Barangan Prajurit Keraton Yogyakarta). Roro artinya gadis, sedangkan tangis artinya sedih, susah. Gendhing ini biasanya digunakan untuk mengiringi langkah prajurit yang mengawal jenazah bangsawan Keraton Kesultanan Yogyakarta. Dalam konteks ini gendhing “ Roro Tangis ” digunakan untuk menggambarkan kesedihan raja melihat penjajahan yang telah berlangsung lama, tetapi para bangsawan Keraton tidak ada yang mengusirnya.
Rangket, Gendhing. Gendhing ketujuh pertunjukan barangan (lihat Barangan Prajurit Keraton Yogyakarta). Istilah rangket dalam bahasa Jawa artinya mengikat tangan seseorang dengan tali. Dalam konteks ini istilah rangket dapat ditafsirkan sebagai pesan raja kepada tiga bangsawan yang telah disebut untuk merangket Belanda, ikatlah Belanda yang telah lama menjajah ini.
Ketoprak. Teater rakyat yang tumbuh dan berkembang di daerah Jawa, khusunya Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Ketoprak dengan memahami bentuk perwujudan kreatif seninya dapat dipastikan berasal dari pedesaan. Merupakan perkembangan dari permainan tradisional Jawa yaitu kotekan, gejogan. Permainan ini berupa penyajian lagu-lagu rakyat Jawa seperti ilir-ilir, ijo-ijo yang diiringi oleh bunyi kenthongan dan lesung dengan berbagai irama.
Pembabakan waktu tercermin pada lokakarya ketoprak Tahap I di Yogyakarta pada tahun 1974. didalam lokakarya tersebut akhirnya memilih dasar periodisasi ketoprak berdasarkan alat iringan yang dipergunakan dalam pertunjukan. Periodisasi ketoprak berdasarkan lokakarya tahap I sebagai berikut:
1. Tahun 1887-1925, periodisasi ketoprak lesung dengan ciri-ciri: a. tetabuhan lesung; b.tari: c. nyanyian atau tembang; cerita; d. pakaian..
2. Tahun 1925-1927, periodisasi ketoprak peralihan dengan ciri-ciri: a. tetabuhan campur (lesung, rebana, alat musik barat); b. tari; c. nyanyian; d. cerita; e. pakaian; dan f. rias.
3. Tahun 1927 – sekarang, periodisasi ketoprak gamelan, dengan ciri-ciri: a. tetabuhan gamelan; b. cerita; c. nyanyian atau tembang; d. pakaian; dan e. rias.
Ketoprak sebagai seni pertunjukan tak pernah mandeg baik dari segi artistik, pengelolaan organisasi terus mengalami inovasi yang digerakan seniman dan ditopang masyarakat penyangganya. Ketoprak dalam perkembangan budaya tetap berpijak pada tradisi Jawa, secara khusus tampak pada bahasa, lakon, pemeranan, dhalang atau sutradara, sehingga tradisi Jawa merupakan aspek penting yang menggerakkannya.
Ketoprak ditengah perkembangan teknologi tak dapat dihindarkan, terbukti bentuk seni pertunjukan ini dari tahun ke tahun mengalami perubahan dan mengikuti selera mayarakat penggemarnya. Dengan teknologi modern, ketoprak dapat dipentaskan tidak hanya di panggung-panggung tetapi juga dipentaskan di radio, baik di RRI maupun non RRI.
Menurut RMA Harymawan mengemukakan bahwa ciri-ciri ketoprak antara lain:
a. Menggunakan bahasa Jawa sebagai pengantar dalam dialog,
b. Cerita tidak terikat pada salah satu pakem tetapi ada tiga kategori pembagian jenis, yaitu: i) cerita-cerita tradisional; ii) cerita-cerita babad, baik cerita lama maupun setelah Belanda masuk ke Indonesia; iii) cerita-cerita masa kini.
c. Musik pengiringnya adalah gamelan Jawa, baik pelog maupun slendro.
d. Seluruh cerita di bagi-bagi dalam babak besar dan kecil, tidak mengenal flashback.
e. Terdapat peranan dagelan yang mengikuti tokoh-tokoh protagonis maupun antagonis.
Kelima ciri ketoprak tersebut dapat berubah dan berkembang sesuai dengan kondisi zamannya.
0 Komentar:
Posting Komentar