Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif
yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s. Model pembelajaran ini didesain untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan
juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang
diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut kepada kelompoknya.
Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe
pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji. Menurut Arends (1997),
langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw dalam matematika, yaitu:
1. Membentuk
kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang
2. Masing-masing
kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini
disebut dengan kelompok ahli
3. Kelompok
ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk
menguasai topik tersebut
4. Setelah
memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing,
kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya
5. Guru
memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah
didiskusikan
Kunci pembelajaran ini
adalah interpedensi setiap siswa terhadap anggota kelompok untuk memberikan
informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik.
Bila dibandingkan dengan
metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa
kelebihan yaitu:
1. Mempermudah
pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas
menjelaskan materi kepada rekan-rekannya
2. Pemerataan
penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat
3. Metode
pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan
berpendapat.
Dalam penerapannya sering
dijumpai beberapa permasalahan yaitu :
1. Siswa
yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya
diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar memperhatikan
jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar para anggota kelompok menyimak
terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru mengajukan
pertanyaan apabila tidak mengerti.
2. Siswa
yang memiliki kemampuan membaca dan berfpikir rendah akan mengalami kesulitan
untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. Untuk
mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli secara tepat, kemudian
memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi, agar materi dapat
tersampaikan secara akurat.
3. Siswa
yang cerdas cenderung merasa bosan.
Untuk mengantisipasi hal
ini guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar siswa
yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi.
4. Siswa
yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses
pembelajaran.
0 Komentar:
Posting Komentar