A.
PENDIDIKAN
INDONESIA DARI KACAMATA INTERNASIONAL
Pendidikan
Indonesia dirancang untuk bersaing secara langsung dengan dunia internasional.
Indonesia yang notabenenya adalah sebagai Negara berkembang, dituntut pula
untuk kemudian mampu secara internasional bersaing dan bersanding secara
kualitas.
Berikut
merupakan fakta dan data survey berbagai lembaga tentang pendidikan di
Indonesia. Menurut survey Political and Economic Risk Consultant (PERC),
kualitas pendidikan di indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di
Asia. Pposisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World
Economic Forum Swedia (2000) Indonesia memiliki daya saing yang rendah yaitu
hanya menduduki urutan ke 37 dari 57 negara yang disurvey di dunia.
Kualitas
pendidikan di Indonesia masih sangat rendah tingkat kompetisi dan relevansinya
(Parawansa, 2001; Siskandar, 2003; Suyanto, 2001). Laporan United Nation
Development Program (UNDP) tahun 2005 mengungkapkan bahwa kualitas
pendidikan di Indonesia menempati posisi ke-110 dari 117 negara.
Laporan
UNDP dan PERC tersebut mengindikasikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia
masih relatif rendah, hal ini membuktikan bahwasannya masih banyak yang perlu
diperbaiki baik dari segi kebijakan (undang-undang dan peraturan pemerintah)
maupun segi pelaksanaan yang hari ini masih dengan pengawasannya yang tidak
cukup ketat bahkan cenderung ‘lepas tangan’.
B.
POTRET
PENDIDIKAN INDONESIA MASA KINI
Seperti
halnya telah dipaparkan diatas, bahwasannya konsep pendidikan secara yuridis
atau hukum telah sesuai dengan ideology dan peraturan dalam Undang Undang Dasar
1945, namun sangat disayangkan pada tahap implementasinya di lapangan masih
terdapat berbagai permasalahan yang cukup krusial dan menuntut untuk
diselesaikan.
Pertama,
Apabila kita perhatikan dalam
konstitusi pendidikan UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 dan peraturan pemerintah
No.19 tahun 2005 ujian nasional dalam Undang Undang Sisdiknas pasal 57 sampai
dengan pasal 59 hanya mengatur mengenai evaluasi pendidikan tidak hanya dengan
bentuk ujian nasional. Namun apabila kita perhatikan pada peraturan pemerintah
No.19 tahun 2005 barulah peraturan mengenai ujian nasional diamanatkan.
Ujian
nasional merupakan salah satu bentuk evaluasi pendidikan yang pada saat ini
digunakan dalam evaluasi pembelajaran di Indonesia. Meskipun pada
November tahun 2009 Mahkamah Konstitusi telah memutuskan menghapus system yang
berlaku pada Ujian Nasional (UN), namun system yang digunakan saat ini pun nampaknya
belum terjadi perubahan yang signifikan.
Pada
dasarnya tujuan ujian nasional adalah memberikan evaluasi terhadap peserta
didik akan materi yang telah diterima selama masa studinya, namun dalam
implementasi pada saat ini ujian nasional justru menjadi hal yang teramat
menakutkan bagi para peserta didik, pasalnya ujian nasional hari ini dijadikan
satu-satunya penentu kelulusan bagi para peserta didik. Hal inilah yang rutin
setiap tahunnya menjadi sebuah pro kontra dikalangan masyarakat, bahkan tak
ayal menjadi sebuah permasalahan yang teramat krusial.
System
penilaian ujian nasional kini diubah persentasenya sesuai dengan keputusan
bersama dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), sesuai kesepakatan
dengan menjunjung prinsip keadilan yaitu 40% dari hasil ujian nasional dan 60 %
dari hasil lapor belajar peserta didik di sekolah, padahal menurut sri martini
dalam bukunya pengantar ilmu pendidikan, proses pendidikan merupakan kegiatan
utama pengubah input (peserta didik) menjadi output disinlah peran utama
pendidikan. Dalam aktivitas pendidikan tidak hanya melihat hasil, tetapi justru
yang penting adalah prosesnya. Peserta didik yang hasil belajarnya baik, belum
tentu karena adanya kecurangan dalam mengikuti test. Meskipun pada saat ini
system penilaian ujian nasional telah dirubah persentasenya namun masih saja
ujian nasional menjadi suatu hal yang menakutkan bagi peserta didik.
Apabila
kita perhatikan tingkat kelulusan Ujian Nasional tahun 2010 pada jenjang SMA
yang mengalami penurunan yang signifikan daripada hasil kelulusan Ujian
Nasional pada tahun 2009, jika di tahun 2009 persentase kelulsan mencapai
95,05% sedangkan pada tahun 2010 persentasenya hanya mencapai 89,61%. Data yang
diambil dari data kementerian pendidikan tersebut menggambarkan kurang
relevannya model evaluasi pendidikan semacam Ujian Nasional digunakan, karena
dalam pelaksanaannya hanya mendorong para pendidik dan peserta didik
menggunakan berbagai macam cara untuk dapat lulus ujian nasional tanpa
memperhatikan nilai dan norma yang selama masa studinya dipelajari, pasalnya
ujian nasional sampai saat ini hanya berorientasi terhadap hasil nilai akhir
semata, alih-alih evaluasi justru kehilangan jati diri karena menghalalkan
segala cara untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam ujian nasional.
Kedua,
aktivitas pendidikan tidak terlepas
dari peran guru sebagai komponen yang penting dalam proses pembelajaran. Dalam
pendidikan seorang guru adalah komponen yang secara langsung terlibat terhadap
kualitas serta mutu pembelajaran.
Apabila
kita tengok kepada sejarah Negara Jepang pada peristiwa perang dunia kedua,
seorang kaisar yang pada saat itu menjabat sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi, seusai peperangan sang kaisar bertanya berapa jumlah guru yang
bersisa setelah terjadinya peperangan?. Melalui pertanyaan ini kita sudah dapat
menangkap betapa dihargainya peran seorang guru untuk kemudian memajukan serta
membangun sebuah bangsa.
Guru
adalah salah satu penentu kualitas pendidikan di Indonesia, namun dewasa ini
kesejahteraan para guru masih perlu dipertanyakan. Bagaimana tidak, Berdasarkan
survey Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) pada tahun 2005, idealnya
seorang guru menerima gaji bulanan sebesar tiga juta rupiah. Sekarang
pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar 1.5 juta, guru bantu sebesar
460 ribu, dan guru honorerdi sekolah swasta rata rata 10 ribu perjam. Dengan
pendapatan yang demikian, tidak cukup besar itulah banyak diantaranya guru yang
mencari pekerjaan sampingan seperti menjadi penjual/wirausaha, tukang ojek,
pedagang pulsa ponsel, dan lain-lain.
Yang
paling mengenaskan adalah ada seorang guru yang mendapatkan jabatan fungsional
sebagai seorang kepala sekolah di daerah Provinsi Jawa Barat harus memulung dan
mengumpulkan barang bekas demi menyambung dan menutup kekurangan ekonomi
keluarganya. Meskipun telah diamanatkan dalam konstitusi pendidikan mengenai
kesejahteraan guru dan dosen pasal 10 sudah menjamin terkait kelayakan hidup
setiap pendidik. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwasannya guru dan dosen
akan mendapatkan penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji
pokok, tunjangan yag melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan atau tunjangan
khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya.
Ketiga,
Rintisan dan atau Sekolah Bertaraf Internasional (R/SBI) adalah sebuah program
pemerintah Indonesia yang berusaha meningkatkan dan menyamakan kualitas
pendidikan Indonesia dengan dunia internasional. Namun, alih-alih
menyamaratakan pendidikan Indonesia dengan dengan pendidikan internasional
justru menjadi ‘boomerang’ tersendiri bagi pendidikan di Indonesia, bagaimana
tidak R/SBI telah berhasil mengubah wajah pendidikan Indonesia menjadi beberapa
kasta.
Data
Kemendikbud terdapat 1.300 RSBI di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut hanya
0,65 % dari seluruh sekolah. Fenomena R/SBI merupakan salah satu implementasi
dari Undang Undang SISDIKNAS pasal 50 ayat 3 yang berbunyi: Pemerintah dan atau
Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada
semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
bertaraf internasional.
Dengan
adanya RSBI juga menimbulkan berbagai permasalahan yang krusial dan menjadi pro
kontra di berbagai kalangan. Diantara pemasalahan yang timbul diantaranya
adalah pengantar bahasa yang digunakan sekolah SBI adalah bahasa inggris,
bentuk komersialisasi pendidikan yang menyebabkan adanya kastanisasi dan jurang
pemisah siswa kaya dan siswa miskin, mempersempit kesempatan meraih pendidikan
bagi rakyat miskin.
Dengan
pengantar bahasa asing bahasa inggris, hal ini sedikit demi sedikit pasti
mengikis keberadaan dan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di
kalangan peeserta didik yang bersekolah di Sekolah Bertaraf Internasional.
Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan Daoed Joesoef yang dihadirkan Mahkamah
Konstitusi dalam persidangan mengenai UU Sisdiknas, RSBI pun hanya mengerdilkan
identitas bangsa terkait penggunaan bahasa asing sebagai pengantarnya,
penggunaan bahasa inggris dalam pembelajaran juga adalah bentuk ketidaksesuaian
dengan pasal 36 UUD 1945 yang berbunyi: bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia.
Menurut
Daoed orang Inggris maju bukan karena bahasa inggris, tetapi karena mereka
membiasakan anak didiknya menggali, mengenal dan mempelajari, menguasai
menghayati, dan menerapkan nilai-nilai yang diakui oleh keluarganya,
masyarakat, dan negaranya. Mantan Mendikbud ini pun menolak dan menuntut
pemerintah untuk secepatnya meniadakan RSBI dari system pendidikan nasional.
Komersialisasi
pendidikan mungkin hal inilah yang relevan menggambarkan pelaksanaan pada RSBI.
Salah satu pelaksanaannya adalah terdapat di SMA N 70 Jakarta , menrut Musni
Umar selaku ketua komite, total Anggran Pendapatan Dan Belanja Sekolah (APBS)
SMA 70 Jakarta sekitar 15 miliar bersumber dari orang tua siswa, sedangkan
pemerintah hanya sekitar 4,7 miliar. Selain itu, yang terdapat di SMA 70
Jakarta sumbangan peserta didik untuk kelas regular dan akselerasi sebesar
Rp11,2 juta, sedangkan untuk kelas internasional jumlahnya sekitar Rp31 juta untuk
tahun pertama, Rp24 juta untuk tahun kedua, dan Rp18 juta untuk tahun ketiga.
Selain itu, ada sumbangan rutin bulanan pada kelas regular sebesar Rp450 ribu
dan kelas akselerasi Rp1 juta.
Dengan
data yang disebutkan tersebut sangat jelas menggambarkan bahwa R/SBI telah
melanggar hak konstitusional masyarakat karena biaya yang seharusnya ditanggung
pemerintah malah dibebankan kepada orang tua siswa. Akibat dari berbagai
kebijakan ini sangatlah jelas menciptakan ketidakadilan, menciptakan jurang
pemisah sekaligus kesenjangan social, sebab hanya siswa yang berasal dari
kalangan yang memiliki kemampuan financial yang tinggilah yang dapat menikmati
pendidikan internasional tersebut.
Realitas
ini berbanding terbalik dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, pasal 11 ayat (1)
menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap
warga Negara tanpa diskriminasi”, dan pasal 31 ayat (1) yang menyatakan bahwa
setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. Dengan adanya Undang Undang
System Pendidikan Nasional pasal 50 ayat 3 tentang ini perlu kiranya dilakukan
peninjauan kembali terhadap keberadaan pasal terkait,sekaligus sidang uji
materi yang adil agar pendidikan dapat dirasakan semua warga Negara tanpa
terkecuali.
Permasalahan
pendidikan yang masih perlu dibenahi hari ini juga adalah terkait anggaran srta
pembiayaan pendidikan. Dalam Undang Undang 1945 menyatakan bahwasannya “Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Yang patut menjadi sebuah pernyataan adalah sangat disayangkan dana alokasi
pendidikan seperti yang dinyatakan dalam konstitusi tersebut masih termasuk
gaji pendidik dan tenaga kependidikan, serta dibagi kepada beberapa kementerian
yang menyelenggarakan pendidikan kedinasan. Padahal dalam Undang Undang System
Pendidikan Nasional pasal 49 ayat 1 diamanahkan bahwa, “ dana pendidikan selain
gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sector pendidikan dan
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).”
Berikut adalah gambaran terkait
anggaran pendidikan tahun 2012:
A
|
ALOKASI PEMERINTAH PUSAT
|
101.547
|
35,02%
|
B
|
TRANSFER KE DAERAH
|
186.372
|
64,27%
|
C
|
DANA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NASIONAL
|
1.000,0
|
0,34%
|
Anggaran Fungsi Pendidikan
|
289.960,00
|
||
APBN
|
1.435.000
|
||
Prosentase Anggaran Fungsi Pendidikan
|
20,21%
|
Sumber: presentasi M Nurhasan
Zaidi(anggota komisi X FPKS 2012)
Dari
table yang telah tersaji diatas menunjukkan persentase anggaran pendidikan
tahun 2012 mengalami peningkatan 0,21%. Asumsinya dengan adanya peningkatan
kebijakan anggaran seharusnya dapat menopang berkembangnya kinerja maupun
kualitas pendidikan Indonesia.
Yang
menjadi persoalan anggaran pendidikan dewasa ini adalah (1) Kegagalan
alokasi anggaran Prioritas anggaran terlalu banyak, sehingga kebutuhan dasar tidak terpenuhi. (2) Kegagalan distribusi anggaran yang disebabkan tidak
adanya data yang tidak valid di pusat, dan (3) Kurangnya informasi akses anggaran bagi pemerintah daerah, serta Kegagalan Implementasi Anggaran Pelaksanaan program tidak
sesuai dengan perencanaan dan panduan yang disusun.
Berbagai
persoalan yang timbul dalam pelaksanaan anggaran pendidikan nampaknya perlu di
beri pengawasan yang gambling serta transparansi dana yang valid sangatlah
diperlukan. Hal ini dikarenakan permasalahan yang terkait dengan keuangan
sangatlah rawan terhadap berbagai penyimpangan. Berikut disajikan data terkait
penympangan anggaran pendidikan yang telah dikaji oleh Indonesian Corruption
Watch di institusi pendidikan tahun 2009:
No
|
Institusi tempat korupsi
|
Jumlah Kasus
|
Kerugian Negara
(Rp Miliar)
|
1
|
Dinas Pendidikan (Provinsi, Kabupaten dan Kota)
|
70
|
204.3
|
2
|
Sekolah/Madrasah
|
46
|
4.1
|
3
|
Perguruan Tinggi
|
7
|
12.1
|
4
|
Sekretariat Daerah
|
6
|
8.0
|
5
|
Kanwil Depag
|
5
|
1.8
|
6
|
Badan Negara
|
1
|
2.6
|
7
|
DPRD
|
1
|
1.6
|
8
|
LSM
|
1
|
1.0
|
9
|
Organisasi Guru
|
1
|
1.0
|
10
|
Ormas
|
1
|
0.5
|
11
|
Perpustakaan Daerah
|
1
|
0.0
|
12
|
Depdiknas
|
2
|
6.3
|
Total
|
142
|
243.3
|
Kerugian
yang harus ditanggung Negara akibat penyimpangan dalam pencairan dana pendidikan
yang mencapai 243,3 miliar rupiah inilah yang menghambat berkembangnya
pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan memang ketika dana yang seharusnya
dapat dikembangkan untuk pemerataan pendidikan guna pembanguna bangsa malah
justru jatuh ke kantong tikus-tikus berpendidikan.
Dari
berbagai permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat
ini, sudah menjadi tugas besar pemerintahan dan stake holder pemerintah serta
masyarakat untuk saling bersinergi memperbaiki keadaan sekaligus permasalahan
saat ini. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan
kesejahteraan hidupnya. Para pendiri bangsa meyakini bahwa peningkatan taraf
pendidikan merupakan salah satu kunci utama mencapai tujuan negara yakni bukan
saja mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga menciptakan kesejahteraan umum
dan melaksanakan ketertiban dunia.
Pendidikan
mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan
bangsa serta memberi kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan transformasi sosial. Pendidikan akan menciptakan masyarakat terpelajar (educated people) yang menjadi prasyarat terbentuknya masyarakat yang maju, mandiri, demokratis, sejahtera, dan bebas dari kemiskinan. Melalui moment hari pendidikan nasional inilah patut kiranya untuk kemudian berintrospeksi diri guna perbaikan pendidikan yang adil dan dapat dirasakan oleh semua kebermanfaatannya.
bangsa serta memberi kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan transformasi sosial. Pendidikan akan menciptakan masyarakat terpelajar (educated people) yang menjadi prasyarat terbentuknya masyarakat yang maju, mandiri, demokratis, sejahtera, dan bebas dari kemiskinan. Melalui moment hari pendidikan nasional inilah patut kiranya untuk kemudian berintrospeksi diri guna perbaikan pendidikan yang adil dan dapat dirasakan oleh semua kebermanfaatannya.
Ganis.
Masalah Pendidikan Indonesia. http://www.ganis.blogspot.com. Diunduh tanggal 26
februari 2012
Sri
martini, Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Tahun 2011, page 19
Syarief
Oebadillah, RSBI Andalkan dana orangtua murid. Media Indonesia edisi 16
Mei 2012
Dikutip dari:
http://edukasi.kompasiana.com/2012/08/19/pendidikan-indonesia-riwayanya-kini/
0 Komentar:
Posting Komentar