Sabtu, 10 November 2012

Mencari Pahlawan Indonesia dalam Realitas



NOVEMBER menjadi bulan paling menentukan bagi bangsa Indonesia. Karena di bulan inilah Hari Pahlawan diperingati setiap tahun. Sejauh ini sudah 68 tahun pertempuran heroik revolusi Surabaya diperingati sebagai Hari Pahlawan. Tahun ini dwitunggal proklamator RI pun mendapat gelar pahlawan nasional.
Ada sebuah pertanyaan menggelitik yang pantas dilontarkan. Sejatinya, momen Hari Pahlawan apakah hanya dikhususkan bagi para pahlawan yang telah kusuma bangsa? Atau para pahlawan itu bisa diartikulasikan bagi mereka yang sekarang masih hidup di Tanah Air Indonesia.
Jika Hari Pahlawan bisa diapresiasikan bagi mereka yang masih hidup, siapakah yang pantas mendapat apresiasi? Apakah pemerintah kita yang telah lama bekerja keras? Ah, kayaknya masih belum pantas. Hingga detik ini, grasi-grasi pengampunan buat gembong narkoba tetap diturunkan. Ladang minyak dan ladang gas yang seharusnya buat kesejahteraan rakyat, ternyata lebih banyak dijual kepada asing. Hampir 75% potensi mineral kita dikuasai oleh pemerintah asing, dan kita sebagai rakyat hanya bisa menjadi penonton.
Apakah apresiasi bisa diberikan kepada wakil rakyat kita di parlemen? Bukankah mereka telah bekerja keras menyuarakan aspirasi kita di parlemen? Ah, rasanya terlalu suci buat mereka. Hingga hari ini, korupsi dan penyalahgunaan wewenang masih menghinggapi para wakil rakyat. Korupsi berjamaah terus-terusan diulang, baik dari kasus Century hingga Pembangunan Hambalang. Hampir setiap hari, kita disuguhi berita mengenai kebusukan para wakil rakyat di parlemen negara kita.
Lalu, siapakah yang berhak. Apakah, para pengusaha-pengusaha negara ini yang berjasa memperkerjakan ribuan rakyat? Ah, kadang harta yang mereka miliki pun malah membuat negara ini terjerumus ke dalam kesengsaraan. Banyak pengusaha menyuap, menjadikan birokrat negara tidak jujur terhadap tugasnya. Bahkan, jika usaha-usaha strategis mereka bangkrut. Mereka merengek-rengek kepada pemerintah untuk meminta talangan. Uang dari manakah itu? Pastinya uang rakyat dan digunakan hanya untuk kepentingan pribadi. Memperkaya diri sendiri dan melupakan pertolongan dari rakyat.
Ah, kadang hari pahlawan terlalu fana untuk disematkan kepada para pengambil kebijakan di negeri ini. Sepertinya nilai-nilai kepahlawanan semakin memudar di sanubari para pemimpin negeri ini. Kadang kita perlu berpikir, sudah saatnya Hari Pahlawan menjadi momentum mengembalikan nilai-nilai perjuangan, integritas dan kejujuran dalam masyarakat ini. Lalu, apakah perjuangan mengembalikan nilai-nilai perjuangan telah mati?
Selama bertahun-tahun, ada masyarakat petani di pedesaan yang selalu berjuang tanpa pamrih dalam bekerja. Walaupun harga pupuk tinggi akibat dikorupsi aparatur negara, mereka tetap bekerja apa adanya. Walaupun pemerintah memutuskan impor beras dan membuat harga beras lokal jatuh. Mereka tetap sabar menerima kebijakan ini. Mereka terus bekerja keras untuk bertahan hidup, membanting tulang demi keluarga. Begitu juga di sudut-sudut kota yang kumuh. Puluhan wanita bakul pasar bangun pagi-pagi hanya untuk mengejar angkutan kota. Anak-anak sekolah bersepeda di tengah embun-embun basah, para pengayuh becak senantiasa menanti penumpang dengan sabar.
Walaupun hidup dengan sederhana, mereka tetap sabar, jujur dan bekerja keras, menerapkan nilai-nilai humanis dan ikhlas dalam bekerja. Merekalah potret pahlawan sesungguhnya. Merekalah yang mengisi dan melanjutkan denyut nadi perekonomian bangsa, serta menjadikan bangsa ini tetap kukuh dalam kepribadian. Seharusnya merekalah yang setiap tahun mendapat gelar sebagai pahlawan Indonesia.

Subandi Rianto
Mahasiswa Ilmu Sejarah
Universitas Airlangga
Menteri Kebijakan Publik BEM UNAIR 2012

sumber:
http://kampus.okezone.com/read/2012/11/09/367/716077/mencari-pahlawan-indonesia-dalam-realitas

0 Komentar:

Posting Komentar

 
!!!!Ingat pesan BUNG KARNO: JANGAN SEKALI-SEKALI MELUPAKAN SEJARAH!!!!