Rabu, 07 November 2012

Potret Hitam Orde Baru Dalam Sejarah Indonesia



Abstrak
 Masa Orde Baru yang paling dikenal ialah penuh dengan kediktatoran dari pemerintahan. Pemerintahan masa itu kebanyakan melakukan kebohongan- kebohongan publik untuk menutupi kelemahan dan kegagalan mereka. Pemerintah juga menghalalkan berbagai cara untuk mempertahnkan kekuasaan mereka. Mulai dari pemenjaraan para musuh mereka sampai penghilangan nyawa pada siapa saja yang menentang kebijakan pemerintah. Banyak terjadi KKN dimana-mana, pelanggaran HAM dilegalkan, dan pembekuan demokrasi impian rakyat yang kesemua itu merupakan kejadian yang sangat memperihatinkan dalam perkembangan tatanan hidup Indonesia. Diharapkan dengan ini masyarakat mengetahui semua kejahanaman yang terjadi di masa orde baru yang dahulu telah ditutup-tutupi.
Kata kunci : Orde, Baru, Soeharto, Sejarah, Indonesia
Pendahuluan
Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan-penyelewengan yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin atau orde lama. Namun tujuan untuk memperbaiki tatanan pada masa lalu dan kembali pada Pancasila dan UUD 1945 hanya retorika semata agar penguasa baru saat itu Soeharto mendapat dukungan dari rakyat. Pada awal-awal pemerintahan berjalan secara wajar, tapi selanjutnya pemerintahan berjalan dengan lebih menonjolkan kediktatorannya yang tak jauh beda dengan masa Orde Lama. Orde Lama pun tak seburuk apa yang telah dilakukan waktu itu. Orde Baru merupakan masa pemerintahan paling kejam di Indonesia setelah masa kemerdekaan dengan Soeharto sebagai nahkodanya.
Satu-satunya  masa pemerintahan yang dalam sejarah Indonesia paling lama memimpin Indonesia ialah Orde Baru, yang memimpin Indonesia kurang lebih 32 tahun. Pemerintahan selama itu tentunya ada hal positif serta negatifnya. Dalam kurun waktu lama itu Orde Baru lebih banyak mencatatkan sejarah buruk dalam perjalanan Indonesia merdeka. Dari kasus KKN yang terjadi dimana-mana serta melibatkan orang-orang terdekat penguasa. Pelanggaran HAM dilakukan tanpa ada tindakan tegas dari pemerintah untuk mengusut bahkan terkesan membiarkan hal tersebut terjadi berulag-ulang. Demokrasi yang di idam-idamkan rakyat ditutup dengan rapat, diganti demokrasi terpusat yang diktator. 
A.    KKN Merajalela
KKN merupakan singkatan dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme. Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar. Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori. Kita ketahui bersama bahwa pada masa orde baru terjadi KKN tipe akut. KKN terjadi di  setiap lini pemerintahan. Soeharto pun sebabagai presiden RI tak berdaya melihat situasi  ini dan terkesan melegalkan KKN yang terjadi atas sepengetahuannya. Dalam berbagai kasuspun Soeharto di indikasikan terlibat dalam kasus tersebut. Kejahatan kemanusian yang terselubung itu selalu menguntungkan anak-cucunya, kerabat dekat Soeharto, orang-orang terdekat Soeharto, dan para konglomerat yang dekat dengan sang presiden. Berikut ini beberapa paparan kasus KKN pada masa ini yang akan saya bahas.
Kasus ini diduga melibatkan orang dekat keluarga Cendana. Pada akhir 1995, CEPA Internasional berhasil memenangi tender Proyek Listrik Tanjung Jati B senilai US$ 1,77 miliar dan kemudian juga memenangi tender  Proyek Listrik Tanjung Jati C dengan cara agak akrobatik. Pada saat memenangi tender anggota konsorsiumnya adalah CEPA Hongkong dan PT International Manufacturing  Producer Association (Impa) Energy-milik pelobi ulung Djan Faridz yang dikenal dekat dengan Mbak Tutut (Siti Hadijanti Rukmana) (Rafick,2007:140). Kedekatan Djan Faridz dengan salah satu putri Soeharto dimungkinkan akan mempermudah dia memperoleh proyrek-proyek dari pemerintah.
Berikut ini kasus yang melibatkan salah satu anggota keluarga Cendana. Sebuah proyek air bersih raksasa Umbulan berkapasitas 4 ribu liter/detik  yang ditenderkan sejak 1986 namun terkatung-katung hingga 10 tahun lebih karena soal tarif, akhirnya dapat diperoleh pemenangnya. Diluar dugaan konsorsium Tommy Soeharto (Hutomo Mandala Putra) - raja properti Ciputra berhasil mendapatkan proyek ini. Padahal tarif yang diajukan Rp 888/m3 dan konsensi 25 tahun, jauh diatas tawaran Grup Citra Lamtorogung Persada (CLP) yang meminta konssi 15 tahun, dengan pola BOT (Build Operete & Transfer) mengajukan harga Rp 630/m3 yang dulu ditolak. Padahal PDAM menetapkan angka Rp 618/m3, namun menurut pemerintah mengatakan secara rasional penghitungan konsorsium Tommy memang masuk akal (Rafick,2007:148). Dalam kasus ini dimungkinkan ada KKN dalam proses tendernya. Dikarenakan nilai proyek yang disepakati kedua belah pihak tidaklah rasional.
Pada 1996, BUMN PT Kertas Leces mengalihkan garapannya dari memproduksi kertas koran ke produksi kertas HVS. Padahal kertas koran memiliki pangsa pasar dan pertumbuhan pasar yang jauh lebih besar dibanding kertas HVS. Setelah Leces meninggalkan lapangan, Aspex Paper milik Bob Hasan yang notabene orang dekat Soeharto mengambil alih tempatnya, sehingga 80% kebutuhan dalam negeri akan kertas koran kemudian dipenuhi Aspex. Banyak kalangan menduga Leces sengaja mengalihkan bidang garapannya ke HVS, bila tak mau disebut dipaksa, untuk memeberi jalan kepada Aspex menguasai pasar kertas koran (Rafick,2007:153). Peran pemerintah dalam alih jenis produksi Leces dimungkinkan sangat besar. Hal ini karena Bob Hasan memeiliki hubungan baik dengan Soeharto.
Berikut ini adalah penyalahgunaan Dana Reboisasi (DR) untuk kegiatan di luar reboisasi diperkirakan di atas 2 triliun. Separuh digunakan pengusaha di luar sektor kehutanan. Setengahnya lagi dipakai mendanai proyek Hutan Tanaman Industri (HTI) pulp dan non pulp, termasuk HTI trans. Semuanya berdasarkan Keppres. Dana sebanyak itu tidak semuanya berasal dari DR. Sebagian besar berasal dari bunga jasa giro. Salah satu pengeluaran dana DR diberikan sebesar Rp 250 miliar untuk PT Kiani Kertas (Pabrik Kertas dan pulp) milik Bob Hasan (Rafick,2007:160). Bau KKN sangat terasa dalam kasus ini. Mungkin ini salah satu bagian terkecil penyelewengan keuangan negara yang dimanfaatkan oleh keluarga dan kroni-kroni Soeharto.
Ari Sigit, cucu presiden lengser Soeharto misalnya, tercatat mendapatkan dana bujagi (bunga jasa giro) dengan cara halus. Mulanya Dephutbun melalui Keppres diminta menempatkan dana Rp 80 miliar di Bapindo dan BNI untuk jangka waktu 7 tahun. Dana itu kemudian dipinjamkan kedua bank plat merah tersebut kepada Ari Sigit untuk usaha pupuk urea tablet (Rafick,2007:162). Dimungkinkan ini ialah salah satu cara bagi-bagi uang negara untuk keluarganya ala Soeharto diantara puluhan kasus lainnya..
Adanya skandal Bapindo (Bank Pembangunan Indonesia) tahun 1993. Yaitu dengan kredit sebesar Rp 1,3 triliun yang dikucurkn kepada seorang pengusaha bernama Eddy Tansil, adik kandung Hendra Rahadrja (pemilik Bank Harapan Sentosa yang sudah collapse). Kasus ini sangat menghebohkan karena menyeret sejumlah pejabat tinggi, termasuk Sudomo (orang kepercayaan Soeharto) yang pernah menjadi Kopkamtib (Lesmana,2009:58). Sudomo sebagai orang terdekat Soharto tidak akan mungkin terseret dalam kasus tersebut. Hal itulah ciri khas hukum ala Soeharto, orang-orang terdekatnya pasti akan aman.
Dari kasus-kasus yang telah diuraikan tadi nampak jelas bahwa masa Orde Baru sangat buruk dalam sistem pemerintahannya. Presiden Soharto nampaknya telah merestui adanya KKN tersebut. Ini dibuktikan dengan makin merajalelanya KKN dari tahun ketahun di masa Orde Baru. Walaupun ada upaya pemberantasan KKN, tapi koruptor-koruptor yang dekat dengan kekuasaan tampaknya tak pernah disentuh sama sekali.
B.     Suburnya Pelanggaran HAM
HAM ( Hak Asasi Manusia) adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Pada masa orde baru pelanggaran HAM sepertinya menjadi hal yang legal dengan enggannya pemerintah mengusut kasus-kasus yang terindikasi terjadi pelanggaran HAM yang melibatkan pemerintah. Setiap ada suatu permasalahan, pemerintah dan  ABRI dalam penyelesaianya selalu menggunakan kekerasan. Hal itu terjadi berulang-ulang dan tidak ada yang dapat menghentikannya. Hal ini diperparah dengan enggennya Presiden Soeharto menjabut UU anti-subversi yang telah di usulkan Komnas HAM.  Berikut merupakan kasu-kasus pelanggaran HAM masa Orde Baru yang masih menjadi misteri:
Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran-pembakaran pada peristiwa Malari. Kasus 15 Januari 1974 yang lebih dikenal “Peristiwa Malari”, tercatat sedikitnya 11 orang meninggal, 300 luka-luka, 775 orang ditahan. Sebanyak 807 mobil dan 187 sepeda motor dirusak/dibakar, 144 bangunan rusak. Sebanyak 160 kg emas hilang dari sejumlah toko perhiasan. Peristiwa Malari dapat dilihat dari berbagai perspektif. Ada yang memandangnya sebagai demonstrasi mahasiswa menentang modal asing, terutama Jepang. Beberapa pengamat melihat peristiwa itu sebagai ketidaksenangan kaum intelektual terhadap Asisten pribadi (Aspri) Presiden Soeharto (Ali Moertopo, Soedjono Humardani, dan lain-lain) yang memiliki kekuasaan teramat besar. Soeharto pun seperti menutup mata melihat kasus berdarah ini. Beliau malah menyalahkan para mahasiswa.
Kasus Balibo 1975, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius. Agar dapat menghilangkan jejak, mayat para wartawan asing ini harus dibakar habis. Mereka juga diberi pakaian Fretilin. Kasus ini dianggap sudah selesai oleh pemerintah dan tidak dibuka lagi.
Kasus Kedung Ombo 1989, kasus Kedung Ombo merupakan borok sejarah pemerintah orde baru. Pemerintah membangun Kedung Ombo dari bantuan Bank Dunia. Sampai saat ini uang ganti rugi tanah masih belum diterima. Atau adapun warga yang dibayar sangat rendah untuk tanah yang tergusur. Kasus Kedung Ombo juga melibatkan kekerasan secara sistematis oleh aparat negara. Keterlibatan oknum bersenjata masa Orde Baru itu, harusnya menjadi kasus HAM hari ini. Warga Kedung Ombo masih mengalami trauma akibat baik itu represi secara fisik ataupun psikologis. Warga Kedung Ombo banyak yang mati ngenes.
Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peristiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talangsari. Peristiwa Talangsari Lampung menjadi kisah tragis yang dilupakan negara. Ratusan orang yang saat itu menjadi korban seakan tidak berhak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, serta mendapatkan keadilan lewat penghukuman pelaku dan pemulihan hak-haknya.
Data Korban Kasus Talangsari Hasil investigasi Kontras 2005 :
1.      Korban Penculikan                                          : 5 orang
2.      Korban Pembunuhan di luar proses hokum    : 27 orang
3.      Korban Penghilangan Paksa                           : 78 orang
4.      Korban Penangkapan Sewenang-wenang       : 23 orang
5.      Korban Peradilan yang Tidak Jujur                : 25 orang
6.      Korban Pengusiran (Ibu dan Anak)                : 24 orang
Peristiwa 27 Juli 1996 tidak lain adalah kasus penyerbuan paksaan ABRI terhadap para pendukung PDI pro Megawati di kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro. Penyerbuan itu dilakukan dalam upaya membungkam aksi-aksi yang digelar kubu Megawati. Tindakan kekerasan itu juga berakibat situasi chaos dibeberapa wilayah Ibukota, antara lain ditandai dengan pembakaran sejumlah gedung oleh masa. Menurut hasil investigasi Komnas HAM, 5 orang tewas, 149 menderita luka-luka dan 23 hilang dalam insiden berdarah itu (Lesmana,2009:65).
Kerusuhan kelam Mei 1998 tidak  mudah kita lupakan. Banyak nyawa yang hilang dan darah berceceran. Namun belum ada titik terang dalam kasus ini hingga 13 tahun lebih era reformasi. Kasus ini dimulai dari aksi-aksi rakyat yang semula bermotifkan ekonomi dengan cepet berkembang menjadi aksi politik, yaitu menuntut pengunduran diri Soeharto. Pada 12 Mei 1998, pecah insiden berdarah Trisakti. Empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas terkena tembakan senjata aparat keamanan di dalam kampus. Tragedi Trisakti inilah yang men-trigger “Kerusuhan Mei”, dan berujung pada pengunduran diri Presiden Soeharto. Dalam kerusuhan Mei, muncul pula 2 (dua) tokoh militer sentral: Jendral TNI Wiranto sebagai Menhankam/Pangab dan Letnan Jendral TNI Prabowo Subianto selaku Pangkostrad (yang sebelumnya menjabat Komandan Jendral Kopasus, pasukn elite TNI-AD). Sedangkan dalam laporan resmi Komnas HAM mengatakan kerusuhan 13-14 Mei memang dipicu oleh kelompok-kelompok terorganisasi (Lesmana,2009:117-122). Kasus ini tak akan terunggakap tanpa adanya kejujuran dari kedua tokoh militer tersebut.
Dari kasus-kasus diatas diketahui bahwa pada masa Orde Baru banyak terjadi kasus pelanggaran HAM. Dari kasus-kasus tersebut kebanyakan belum diketahui siapa pelaku dan dalang utama dalam kasus-kasus tersebut. Bahkan belum ada tindakan hukum bagi pelaku pelanggaran HAM di Orde Baru. Bahkan para korban yang masih hidup dan keluarga korban masih menunggu kejelasan hukum kasus tersebut yang nampaknya terlupakan oleh pemerintah.  
C.    Demokrasi Mati Suri
Demokrasi adalah sebuah bentuk kekuasaan dari/oleh/untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebaga warga negara. Masa Orde Baru merupakan masa yang suram bagi kehidupan demokrasi. Demokrasi yang diharapkan sejak awal orde baru tidak semakin bagus malah semakin melorot hingga terjun bebas. Demokrasi politik yang di idam-idamkan oleh rakyat Indonesia ketika awal pemerintahan Soeharto lama kelamaan mulai di kebiri. Dalam hal demokrasi berpendapat rakyat juga tidak mendapatkan. Kediktatoran yang terus menonjol pada masa ini hingga akhir orde baru.
Bagi orang-orang yang mengkritik pemerintah pastinya akan mendapatkan hadiah berupa kurungan penjara. Bagi pejabat pemerintahan yang mengkritik pemerintahan akan dikucilkan dari panggung politik. Begitu pula orang-orang yang tidak disukai Orde Baru akan menerima getahnya, terutama orang-orang dari Orde Lama. Seperti halnya yang dialami Sohario Padmodiwiryo yang akrab dipanggil Hario Kecik. Beliau dijadiakn tahanan politik oleh Orde Baru sejak kepulngan Hario Kecik dari Moskow pada 1977. Hario Kecik sempat bermukim di “kapal selam” yaitu sebutan untuk sel isolasi dalam rumah tahanan militer. Tahun 1981, Hario Kecik dibebaskan tanpa pengadilan bahwa dia bersalah atau tidak. Hario Kecik merupakan bagian dari Orde Lama yang pada Januari 1965 atas perintah dari Jendral A.Yani berangkat ke Moskow (Adam,2007:206-211). Sedangkan media masa yang melakukan kritikan keras akan dibredel. Seperti kasus majalah Tempo yang berakhir dengan bredel pada pertengahan 1994 karena eksposurnya yang kritis dan terus menerus sejak November 1992 terhadap kebijakan pemerintah Soeharto yang membeli 36 kapal perang eks Jerman Timur (Lesmana,2009:83).
Pemerintahan era ini sangat mengintervensi organisaai-organisasi sosial maupun partai-partai politik. Pemerintah selalu memberikan pengawasan ketat terhadap pergerakan organisasi-organisasi tersebut. Bahkan pimpinan organisasi tersebut harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Seperti kasus penghalangan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi ketua umum PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Megawati dianggap dapat memberikan ancaman bagi kelangsungan kekuasaan Soeharto. Sehingga pemerintah memperalat Soerjadi ntuk menghadang Megawati di Kongres PDI yang berlangsung kacau di Medan maupun Musyawarah Nasional di Surabayayang berakhir deadlock. Mayor Jendral TNI AM Hendropriyono selaku Panglima Kodam Jaya dan Brigadir Jendral TNI Agum Gumelar, salah satu Direktur Badan Intelejen Strategis ABRI (BIA), kabarnya, “diterjunkan” oleh pimpinan ABRI untuk tugas dan tujuan yang sama, yaitu menjegal Megawati agar putri Bung Karno ini tidak menjadi pimpinan tertinggi PDI (Lesman,2009:101-103).
Di masa Orde Baru ada sebuah Undang-undang partai politik yang tidak memperbolehkan adanya partai lain selain tiga partai yang telah ditentukan oleh pemerintah. Di sini ada pembatasan jumlah partai, yaitu dua partai dan satu golongan karya. Partai yang berhaluan Islam dikumpulkan dalam sebuah wadah PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Sedangkan partai yang nasionalis dan lain-lainnya dikumpulkan dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Dan satu lagi organisasi yang pada awalnya tidak mau dianggap sebagai partai politik yaitu, Golongan Karya (Golkar). Golkar merupakan partai pemerintah yang memenagkan pemilu sejak 1971 hingga 1998. Partai yang berada diluar Golkar bisa dibilang hanya sebagai “penggembira” dalam demokrasi Orde Baru. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari sebutan bahwa pemerintahan Soeharto sebagai otoriter dan tidak demokratis. Untuk melanggengkan kekuasaan Golkar di pemerintahan, mereka melakukan berbagai politisasi dan pembodohan politik kepada rakyat.
Ketika terjadi pemilu pemerintahan Orde Baru juga sangat mengintervensi. Merekalah yang menentukan jalannya pemilu dan bagaiman hasil dari pemilu itu. Sebagai contoh pemilu terkahir Orde Baru ini berjalan sangat tertutup. Penyelenggaraan pemilu 100% ditangan pemerintah, dalm hal ini Departemen Dalam Negeri. Ketua Pelaksananya adalah Menteri Dalam Negeri, Rudini. Lembaga Pengawas bisa dibilang nol. Pada pemilu ini memang pengawas swasta mulai ikut meramaikan dengan mendirikan Komite Independen Pengawas Pemilu (KIPP), tapi mereka ini mendapat perlakuan yang tidak menyenagkan dari rezim Orde Baru. Hasil pemilu inipun menghasilkan wakil-wakil rakyat kelas arisan kampung (Rafick,2007:274-275).  
Pada rezim ini ada lima paket undang-undang politik anti demokrasi karya Soeharto bersama wakil-wakil rakyat yang telah dikebiri pada 1985. Kelima undang-undang itu ialah UU No. 1/1985 tentang Pemilu, Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (UU No. 2/1985), Partai Poitik dan Golkar (UU No. 3/1985), Referendum (UU No. 5/1985), dan tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU No. 8/1985). Undang-undang tersebut ditujukan sebagai alat anti demokrasi yang sengaja dibuat pemerintah untuk mengebiri semua kekuatan sosial politik nasional. Sebagai contoh diambil dari Undang-undang Organisasi Kemasyarakatan (UU No.8/1995). Pada tahun 1987 Gerakan Pemuda Marhein tidak dianggap ada keberadaannya oleh pemerintah dan kasus Pelajar islam Indonesia, yang telah berkiprah sejak 1947 pun tidak diakui keberadaannya, karena tidak mau merubah azas Islaminya dengan Pancasila (Rafick,2007:147-148). Terbukti dengan jelas bahwa Orde Baru telah menghalangi kebebasan dan pengartikulasian kepentingan kelompok atau individu.
D.    Rekayasa Sejarah
Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu. Yakni apa saja yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh orang. Sejarah juga memiliki definisi lain, Sejarah adalah ilmu yang mandiri. Mandiri, artinya mempunyai filsafat ilmu sendiri, permasalahan sendiri, dan penjelasan sendiri (Kuntowijoyo,2008:2). Sejarah tidak dapat dipisahkan dalam hal apapun, termasuk masa Orde Baru. Masa Orde Baru berusaha merekayasa sejarah yang ada untuk dimanfaatkan sebagai legitimasi kekuasaan pemerintah. Banyak sejarah-sejarah yang direkayasa demi kepentingan pemerintah. Sebagai contoh kecil ialah kasus di monumen Angkatan Udara di Yogyakarta. Disana dipajang foto-foto KSAU dari setiap periode, namun foto KSAU yang kedua, Omar Dani tidak terpasang. Omar Dani merupakan musuh dari Soeharto. Sedangkan  di Monas, menurut Nurcholis Madjid mengeluhkan diorama di Monas yang mengesankan orang Islam sebagai penyebab disentegrasi bangsa (Adam,2007:149).
Peristiwa pembelokan sejarah lain adalah muslihat yang mencoba menghilangkan gambar Soekarno dalam sebuah foto mengenai pengibaran bendera saat proklamasi kemerdekaan. Usaha lainnya berupa tindakan politik untuk melarang ajaran Soekarno. Termasuk dalam hal ini pelarangan pendirian Universitas Bung Karno oleh seorang putrinya (Adam,2007:155).
Rekayasa sejarah yang lain ialah Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dibesar-besarkan bahkan dibuatkan monumen untuk mengenang peristiwa itu. Di dalam buku-buku pelajaran sejarah dikesankan bahwa konseptor serangan itu adalah Soeharto, padahal dua minggu sebelumnya Soeharto diminta oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX ke Kraton Yogya. Jadi, ide serangan itu sebetulnya dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Foto yang merekam pertemuan ini juga tidak dipasang pada monumen (Adam,2007:155). Peristiwa sejarah yang seharusnya objektif, pada masa Orde Baru berubah menjadi sejarah yang dipelintirkan untuk kepentingan penguasa. Sangat disesalkan sekali sejarawan-sejarawan yang mau diperalat Orde Baru untuk mengorbankan keprofesionalitasan mereka.  Mereka diperintahkan menyusun sejarah berdasarkan kepentingan penguasa. Ironis, sejarawan yang seharusnya mengulas suatu peristiwa berdasarkan buki-bukti yang ada, malahan menganalisa suatu peristiwa berdasar perintah penguasa.
            Dari semua materi yang telah dipaparkan diatas dapat dapat disimpulkan bahwa pada masa Orde Baru terjadi banyak pelanggaran hukum, HAM, dan konstitusi. Banyak kejadian pelanggaran hukum yang melibatkan pejabat-pejabat pemerintahan, keluarga-keluarga presiden dan kawan para penguasa. Hak Asasi Manusiapun diakui secara terbatas, bahkan tidak dakui. Demokrasi dikesampingkan dan diubah menjadi otoriterisme. Walaupun pemerintah tidak mau dianggap otoriter, dengan segala tipu  muslihat mereka mencoba menutup-nutupi. Walaupun sangat terlihat bahwa mereka sangat otoriter. Pemerintahan juga berusaha membodohi rakyat, mereka selalu menjanjikan kesejahteraan kepada rakyat untuk menutupi kebusukan pemerintahan Orde Baru.
            Semua keburukan pemerintahan Orde Baru telah terungkapkan diatas. Diharapkan pemerintahan sekarang dapat belajar dari kesalahan pemerintahan Orde Baru  agar dapat benar-benar mensejahterakan rakyat Indonesia. Pemerintahan sekarang diharapakan dapat mementingkan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi mereka. Saya juga berharap pelanggaran HAM di masa Orde Baru segera diusut tuntas dan para pelaku secapatnya di bui. Para pelaku korupsi yang telah banyak merugiakan negara pada masa Orde Baru hendaknya segera diproses hukum dan diadili dengan hukuman setimpal.
 


DAFTAR RUJUKAN

Adam, Asvi Warman. Pelurusan Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Ombak, 2007.

Anonim, 2010. Pengertian Demokrasi dan Bentuk-bentuk Demokrasi,  http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/pengertian-demokrasi-dan-bentuk-bentuk-demokrasi/, diakses tanggal 3 Desember 2011.

Anonim, 2011. Sejarah Orde Baru. (Online), http://www.pustakasekolah.com/sejarah-orde-baru.html, diakses tanggal 3 Desember 2011.

Godam, 2006. Pengertian, Macam dan Jenis Hak Asasi Manusia / HAM yang Berlaku Umum Global - Pelajaran Ilmu PPKN / PMP Indonesia. (Online), http://organisasi.org/pengertian_macam_dan_jenis_hak_asasi_manusia_ham_yang_berlaku_umum_global_pelajaran_ilmu_ppkn_pmp_indonesia, diakses tanggal 3 Desember 2011.

Handayani, Asri, 2010. Pengertian Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. (Online), http://asrihandayani.wordpress.com/2010/03/31/pengertian-korupsikolusidan-nepotisme/ , diakses tanggal 3 Desember 2011.

Indah, 2008. KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). (Online), http://indahwriting.blogspot.com/2008/10/kkn-korupsikolusi-dan-nepotisme.html, diakses tanggal 3 Desember 2011.

Ithum, 2008. Data-Data Kasus Pelanggaran HAM Semasa Orde Baru. (Online), http://ithum.wordpress.com/2008/02/28/data-data-kasus-pelanggaran-ham-semasa-orde-baru/, diakses tanggal 2 Desember 2011.

Kuntowijoyo. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008.

Lesmana, Tjipta. Dari Soekarno Sampai SBY: Intrik & Lobi Politik Para Penguasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009.

Rafick, Ishak. Catatan Hitam Lima Presiden  Indonesia. Jalan Baru Membangun Indonesia. Jakarta: Ufuk Perss, 2007.

Sumber:
http://garuda-bangsa.blogspot.com/2012/03/potret-hitam-orde-baru-dalam-sejarah.html

0 Komentar:

Posting Komentar

 
!!!!Ingat pesan BUNG KARNO: JANGAN SEKALI-SEKALI MELUPAKAN SEJARAH!!!!