Senin, 21 April 2014

Kartini diTengah Kekuasaan Feodal, Kolonial, dan Masa Imperialisme Modern



RA kartini adalah salah satu nama yang cukup familiar di Indonesia. Banyak cerita darinya, terkait perjuangannya terhadap hak-hak dan juga kewajiban perempuan. Bagaimana perempuan pingitan bisa berhubungan dengan dunia luar bahkan bisa melakukan perjuangannya. Dengan berkirim surat dengan temannya yang ada di Eropa. Surat yang dikirimkan beliau kepada tema-temannya di Eropa yang berisi pemikiran dan keinginan beliau.Menyampaikan segala pemikiran terkait perempuan dari hak dan kewajibannya berjuang atas nama emansipasi wanita. Beliau lahir pada 21 April 1879 dan wafat pada 17 September 1904.
“Berada selama-lamanya dengan rakyat bekerja untuk mereka” demikian kutipan kecil dari surat surat Kartini sebagai titik tolak memahami Kartini terhadap kecintaan dan semangat juang Kartini yang begitu besar untuk rakyatnya. 
Dari balik penjara dinding tebal kekuasaan kabupaten, ayahnya  menduduki tempat tertinggi sebagai pusat kehidupan yang tidak terganggu oleh apapun ia menjadi dewa sesuai dengan tata hidup dengan nilai nilai feodal yang keras, ayah Kartini yang berhak atas dirinya dari siapapun, tetapi Belanda berhak atas ayahnya sebagai kaki tangan untuk memastikan penguasaan sumber penghidupan di tanah pribumi  sehingga Kartini dikuasai oleh dua kekuasaan : feodalisme dan kolonialisme.
Dalam segala tekanan tersebut, Kartini   tak henti-henti  menyampaikan rasa penderitaannya melalui tulisan dan juga suratnya kepada Estella Zeehandelar seorang  sahabat pena Kartini di Belanda. betapa sering ia memikirkan penderitaan rakyatnya yang harus menderita  karena  miskin akibat kehilangan lahan  karena harus diserahkan kepada kolonial Belanda  bahkan juga  pribumi dipaksa bekerja seperti hewan untuk menghasilkan komoditi bagi kolonial, dan dibalik produktivitas itu ada sekian puluh ribu perempuan yang juga didatangkan dari Jawa untuk melayani seksual para laki laki yang bekerja di perkebunan tersebut, tak terkecuali orang Belanda.
Zaman itu, anak anak perempuan di haruskan tetap di rumah, mereka tidak bersekolah, diam dirumah dan belajar bagaimana menjadi istri yang baik lalu menunggu pinangan dari siapapun yang di ijinkan oleh ayahnya.Selain itu, tak banyak yang tahu bahwa Kartini mempunyai  sejarah panjang membela kesenian rakyat yaitu ukiran  Jepara serta cabang cabang seni rakyat lainnya, Kartini melakukan tugas kampaye publikasi tentang Jepara dengan seni ukir kayunya. Berikut kutipan tulisan nya
“ ada terjadi perusakan perusakan didalam industri seni ukir jakarta, karena putri putri amtenar tingggi pribumi terus menerus mendorong dorong para pengukir itu bekerja menurut model dan motif eropa.”
Kartini berjuang agar pola ukiran yang dipergunakan dengan menghidari sama sekali pengaruh dari Eropa dan hasil usahanya tersebut telah  menghidupkan seni rakyat yang hampir punah, Kartini telah  mengangkat derajat seniman, dan meningkatkan pendapatan ekonomi para artis yang hidup dalam lumpur dan kesenian ukiran Jepara terkenal sampai  ke tingkat internasional.
Bagi sebagian gerakan perempuan terutama kelas menengah keatas sosok Kartini lebih diagungkan dalam konteks perjuangan emansipasi perempuan; kesetaraan antara laki laki dan perempuan di segala bidang. Maka bentuk bentuk kemenangan perempuan di wujudkan ketika sosok perempuan masa kini mampu menduduki posisi pimpinan dalam jabatan tertentu di perusahaan atau di partai politik kendati hal tersebut tidak memberikan perubahan nasib bagi perempuan. Bahkan gerakan emansipasi cenderung eksklusif, memisahkan diri dari persoalan rakyat.
Padahal tidak bisa di pungkiri,  kekuasaan besar feodal dan kolonial dizaman kartini hari ini terus berlangsung dalam bentuk baru yaitu penjajahan oleh  imperalisme yang di dominasi Amerika, propaganda feodal dan imperialisme yang patriarkis menyatakan bahwa perempuan adalah mahluk lemah hampir terjadi di seluruh aspek kehidupan perempuan.
Propaganda ini berjalan beriringan dengan propaganda lain yang menyatakan bahwa perempuan bekerja hanya sebagai sampingan untuk membantu suami, dan dengan demikian berarti posisinya hanya sekunder. Padahal dalam kenyataannya, bahwa sekitar 60% dari para perempuan miskin ini menjadi tulang punggung utama yang menopang kehidupan ekonomi keluarga mereka. Propaganda-propaganda ini sebenarnya memiliki tujuan ekonomis bagi kepentingan akumulasi modal imperalisme
Sejarah kolonialisme didalam perkebunan Belanda juga dipraktekan secara luas oleh imperalisme kemudian melahirkan  ketimpangan struktur penguasan sumber sumber agraria sehingga memecah belah keharmonisan kerja kolektif antara laki laki dan perempuan dalam produksi pertanian  dan  hilangnya hak kepemilikan perempuan atas tanah.
Oleh karena itu, belajar dari gagasan Kartinidan dalam konteks kondisi perempuan hari ini,gerakan perempuan tidak akan maju jika hanya berpikir kepentingan sendiri, karena mengalami penghisapan oleh imperalisme dan feodalisme bukan hanya perempuan tapi seluruh rakyat indonesia, dan moment peringatan hari kartini ini menjadi semangat untuk meyatukan seluruh gerakan perempuan dari kalangan manapun: buruh, tani, kaum miskin kota untuk melawan bentuk bentuk penjajahan  imperalisme dan feodalisme.

0 Komentar:

Posting Komentar

 
!!!!Ingat pesan BUNG KARNO: JANGAN SEKALI-SEKALI MELUPAKAN SEJARAH!!!!