Kurikulum adalah sebuah sistem dalam pendidikan yang
dijadikan sebagai acuan dalam proses dan hasil pendidikan. Kurikulum dianggap
sebagai dasar atau asas dalam pendidikan secara menyeluruh. Sehingga, apabila
dasar tersebut tak kokoh maka yang terjadi adalah sebuah kerobohan pendidikan.
Kurikulum di Indonesia dianggap sebagai kurikulum yang lemah atau tak kokoh,
sehingga kemungkinan robohnya pendidikan Indonesia semakin besar. Hal ini
dibuktikan dengan sering bergantinya kurikulum-kurikulum tersebut dari tahun ke
tahun dalam kurun waktu kurang lebih enam puluh lima tahun. Pemerintah
mengganti kurikulum pendidikan yang sedang berlaku pada masa itu karena
kurikulum tersebut dianggap tidak dapat mencapai tujuannya dan memecahkan
masalah yang terjadi pada kurikulum sebelumnya.
Pada tahun 1930, Pemerintahan Belanda memperkenalkan sistem
pendidikan formal kepada rakyat Hindia-Belanda sebagai pengembangan pendidikan
pada masa itu. Sejak saat itu sistem pendidikan di Indonesia atau yang biasa
disebut sebagai kurikulum telah mengalami berbagai perubahan. Pada awal
kemerdekaan, Indonesia menganut kurikulum 1947 dengan tujuan melayani
kepentingan pendidikan anak bangsa. Kemudian, diganti dengan kurikulum 1968
yang lebih menekankan pada pengelompokan mata pelajaran yang berbeda atau yang
lebih dikenal dengan penjurusan. Tujuh tahun kemudian, kurikulum 1975 mulai
diberlakukan dengan tujuan kurikulum yang jelas pada setiap bidang studi yang
kemudian disempurnakan pada kurikulum 1984. Kurikulum 1984 diganti dengan
Kurikulum 1994 karena adanya kesenjangan antara guru dan murid. Namun ternyata,
setelah penerapan Kurikulum 1994 kesenjangan tersebut tetap ada dan tak terselesaikan.
Kemudian, diterapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada
tahun 2004 dengan harapan dapat menyelesaikan masalah sebelumnya dan
menumbuhkan siswa yang kreatif dan inovatif. Proses pembelajaran berpusat pada
siswa dan dikembangkan oleh siswa itu sendiri, namun yang terjadi justru
sebaliknya. Guru tetap berpandangan bahwa setiap proses pengajaran berpusat dan
bergantung pada guru seperti pada kurikulum-kurikulum sebelumnya. Sehingga,
kurikulum tersebut tetap tidak berkembang. Kenyataannya, masalah kesenjangan
masih belum terselesaikan namun kreativitas serta inovasi yang diharapkan juga
tak muncul. Selanjutnya, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) datang pada
tahun 2006 sebagai penyelamat yang dianggap dapat membawa perubahan pada masa depan
pendidikan Indonesia. KTSP memberikan hak kepada setiap sekolah untuk menyusun
sistem pendidikan yang sesuai dengan sekolah tersebut. KTSP merupakan kurikulum
yang fleksibel dan diharapkan dapat dilaksanakan di berbagai sekolah baik yang
terpencil sekalipun. KTSP juga diharapkan dapat menyeimbangkan antara kemampuan
akademik dan pribadi yang bermoral. Sebagai hasilnya memang benar output
yang dihasilkan memiliki prestasi yang gemilang, namun perilaku mereka menjadi urakan.
Dibuktikan dengan tingginya angka kriminalitas pelajar dan banyaknya tawuran
antar pelajar.
Yang terakhir adalah Kurikulum Perekat Bangsa yang akan
segera dilaksanakan pada tahun 2013. Dasar dari kurikulum tersebut adalah
filosofi Ki Hadjar Dewantara berupa nasionalistik, naturalistik dan
spiritualistik dalam pendidikan. Nasionalistik yang diajarkan berupa rasa
kebangsaan yang menjadi dasar dalam pembelajaran cinta tanah air. Sedangkan,
naturalistik merupakan pembelajaran lebih bersifat kualitatif daripada
kuantitatif yang membangun dan mengembangkan potensi dalam pendidikan.
Spiritualistik mengajarkan agama, agama adalah dasar dari moral dan etika, maka
dari itu spiritualistik sangat diperlukan dalam sistem pendidikan sebagai
pembangun moral serta sopan santun atau etika. Sebagai langkah pertama dalam
perombakan kurikulum dipilihlah empat mata pelajaran sebagai mata pelajaran
utama. Empat pelajaran itu adalah Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan,
Pendidikan Agama dan Matematika.
Kurikulum tersebut mulai digodok akibat kegagalan KTSP dalam
membentuk manusia yang mandiri, cinta tanah air dan bermoral serta berakhlak
tinggi. Melalui kemandirian siswa diharapkan dapat mengambil keputusan,
bersikap proaktif dalam permasalahan yang dihadapi, percaya diri atas apa yang
dikerjakannya dan bertanggung jawab atas segala keputusan tersebut. Sehingga,
mereka mampu membentengi diri mereka dari pengaruh westernisasi. Pada
kenyataannya, saat ini pemuda Indonesia telah lupa akan jati diri mereka
sebagai bangsa Indonesia yang berdasar pada Pancasila karena pengaruh barat
yang semakin kental. Oleh karena itu, rasa cinta tanah air merupakan senjata
untuk memutar para pemuda pada jalan yang sebenar-benarnya berdasar pada
patriotisme. Sopan santun, moral dan etika merupakan faktor yang dielu-elukan
pada zaman dahulu sebagai bentuk penanaman pribadi yang baik pada diri setiap
siswa. Namun kenyataan yang ada sekarang, moral pemuda Indonesia telah rusak
dan mereka tak lagi menghiraukan pentingnya etika serta sopan santun.
Singkatnya, pendidikan Indonesia telah kehilangan arah sehingga perlu
pembenaran menuju jalan yang lebih terang.
Lantas?
“Pada
masa KTSP, sebenarnya bukan kurikulum yang salah tetapi profesionalitas guru
dalam menerapkan KTSP yang tak dapat berkembang”, ujar Donie Kusuma, Kompas
(05/11). Menurut Oemar Hamalik, guru yang profesional adalah guru yang memiliki
bakat dan keahlian sebagai guru, kepribadian yang baik dan terintegrasi, mental
dan badan yang sehat, pengalaman dan pengetahuan yang luas dan yang terpenting
guru merupakan manusia berjiwa pancasila dan seorang warga negara yang baik.
Guru harus memiliki bakat dan keahlian menjadi guru artinya guru harus mampu
mengajar dan mendidik siswa-siswanya melalui ilmu yang baik dengan etika yang
baik pula. Guru adalah tauladan dan contoh bagi siswanya seperti dalam pepatah
“guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, maka sikap baik guru merupakan
hal yang wajib dilakukan sebagai contoh bagi siswanya. Sedangkan pengetahuan
yang luas wajib dimiliki oleh guru karena jika seorang guru tak memiliki pengetahuan
ataupun pengalaman yang berlimpah, maka ia juga tak memiliki apa-apa untuk
diberikan pada muridnya. Sehingga, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki
guru sangat berarti sebagai pengajaran kepada muridnya.
Dengan
terciptanya profesionalitas guru maka guru juga turut serta membantu
terciptanya persatuan dan kesatuan. Hal tersebut dikarenakan profesionalitas
guru mampu mendidik muridnya menjadi warga negara yang baik dengan rasa cinta
tanah air. Sehingga, seharusnya pergantian kurikulum dibarengi dengan
peningkatan profesionalitas guru agar tercipta pendidikan yang mampu merekatkan
bangsa seperti yang diharapkan.
Sumber:
http://alfathewanderer.wordpress.com/tag/indonesia/
0 Komentar:
Posting Komentar