Rabu, 22 Mei 2013

Benteng Pendem Ngawi (1839)



Benteng Van Den Bosch atau Benteng Pendem Ngawi terletak di jalur pertemuan Bengawan Solo dan Bengawan Madiun, tepatnya di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Keberadaan benteng ini tak banyak dikenal orang, bahkan nyaris terlupakan. Selama puluhan tahun benteng ini tidak boleh dijamah oleh publik karena merupakan daerah kekuasan militer. Padahal, jika ditelisik, benteng ini merupakan bangunan bersejarah yang patut dilindungi dan dikenal oleh masyarakat.
Benteng Pendem Ngawi dibangun oleh Gubernur Jenderal Defensieljn Van Den Bosch sekitar dua abad lalu atau pada tahun 1839, dengan memanfaatkan keberadaan aliran Bengawan Solo dan Bengawan Madiun. Selain berfungsi untuk zona pertahanan, pembangunan benteng ini juga untuk memudahkan arus tranportasi di aliran dua sungai.
Dipercaya, para pedagang dari Surakarta-Yogyakarta pada waktu dulu harus lewat Ngawi jika menuju bandar di Surabaya, demikian juga halnya dengan para pedagang dari arah Pacitan, Madiun, dan Maospati. Hal inilah yang menggolongkan Ngawi sebagai tempat strategis karena merupakan pertemuan jalur perdagangan air lewat Bengawan Solo.
"Benteng ini dulunya juga untuk melumpuhkan transportasi logistik para pejuang kemerdekaan pasukan Pangeran Diponegoro. Bersamaan dengan itu, terjadi perang di Ngawi antara pasukan Bupati Madiun-Ngawi yang memihak Diponegoro dengan Belanda," ujar Komandan Yon Armed 12 Ngawi, Letkol Arm Sugeng Riyadi.
Ia menjelaskan, setelah Indonesia merdeka, tepatnya sejak tahun 1962, Benteng Van Den Bosch dijadikan markas Yon Armed 12 yang sebelumnya berkedudukan di Kabupaten Malang. Pada waktu itu, kegiatan latihan militer dan kesatuan juga dipusatkan di areal benteng.  Benteng Pendem Ngawi masih sangat kokoh, meski telah dimakan usia. Bangungan Benteng Pendem Ngawi terdiri dari pintu gerbang utama, ratusan kamar untuk para tentara, halaman rumput di tengah bangunan, dan beberapa ruang yang dulunya diyakini sebagai kandang-kandang kuda.
Selain itu, bangunan benteng ini dikelilingi gundukan tanah yang sengaja dibangun untuk menahan serangan dan luapan air Bengawan Solo. Hal inilah yang membuat bangunan benteng seperti terpendam. Bangunan ini juga dikelilingi parit air selebar 5 meter. Parit tersebut menurut Bapak Edi selaku penjaga dan yang menghuni ditempat tersebut mengatakan bahwa dahulunya parit tersebut merupakan kolam buaya, sehingga apabila ada musuh yang mendakat maka mereka harus menyebrangi sungai, kolam buaya dan tanggul yang tingginya diatas benteng pendem sendiri. Akan tetapi parit yang ada pada saat inih telah tertutup tanah.

Objek Wisata Sejarah
Kini, meski terlambat, pihak Yon Armed 12 dan pemerintah daerah setempat ingin agar Benteng Van Den Bosch menjadi objek wisata sejarah di Kabupaten Ngawi. Pihak Yon Armed kini terus melakukan pembenahan.
"Pembenahan yang dilakukan adalah merawat bangunan secara rutin. Saat ini kami sedang menunggu izin merenovasi bangunan dari Kementerian Pertahanan dan Keamanan. Jika izin sudah keluar, renovasi akan dilakukan tanpa meninggalkan bentuk asli dari bangunan benteng tersebut," terangnya.
Sejak dibuka untuk umum, masyarakat bisa melihat bangunan benteng dari dekat. Hanya dengan membayar tiket retribusi sebesar Rp1.000 per orang, masyarakat bisa melihat sisa-sisa kekuatan Benteng Pendem pada masa penjajahan Belanda.
Lokasi wisata sejarah ini pun juga mudah dijangkau dengan alat transportasi karena letaknya berada di pusat Kota Ngawi.
"Saat ini, kami hanya membukanya untuk umum bagi masyarakat yang ingin melihat-lihat. Kedepannya, kami telah melakukan kerjasa sama dengan Pemkab Ngawi untuk menggarap Benteng Pendem ini menjadi satu kesatuan wisata air dengan Museum Trinil Ngawi menyusuri Bengawan Solo. Uji coba sudah dilakukan," papar Sugeng.
Menurut dia, Museum Trinil dan Benteng Pendem Ngawi memiliki keterkaitan. Sebelum fosil-fosil di Trinil disimpan di museum seperti saat ini, lokasi yang digunakan untuk menyimpan fosil tersebut adalah Benteng Pendem.
Disamping sebagai zona pertahanan, benteng ini dulunya juga dimanfaatkan untuk persinggahan para ilmuwan Belanda. Salah satunya adalah Eugene Dubois penemu manusia purba Trinil "Pithecanthropus Erectus".
Sugeng menambahkan, apapun nantinya konsep yang akan dikembangkan di Benteng Pendem Ngawi, pihaknya berharap agar bangunan ini tidak terabaikan. Karena Benteng Pendem Ngawi ini memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi, setara dengan bangunan benteng di Yogyakarta. (*)

Sumber:
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/83438/melihat-sisa-sisa-kekuatan-benteng-pendem-ngawi

0 Komentar:

Posting Komentar

 
!!!!Ingat pesan BUNG KARNO: JANGAN SEKALI-SEKALI MELUPAKAN SEJARAH!!!!