Benteng
Van Den Bosch atau Benteng Pendem Ngawi terletak di jalur pertemuan Bengawan
Solo dan Bengawan Madiun, tepatnya di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Keberadaan
benteng ini tak banyak dikenal orang, bahkan nyaris terlupakan. Selama puluhan
tahun benteng ini tidak boleh dijamah oleh publik karena merupakan daerah
kekuasan militer. Padahal, jika ditelisik, benteng ini merupakan bangunan
bersejarah yang patut dilindungi dan dikenal oleh masyarakat.
Benteng
Pendem Ngawi dibangun oleh Gubernur Jenderal Defensieljn Van Den Bosch sekitar
dua abad lalu atau pada tahun 1839, dengan memanfaatkan keberadaan aliran
Bengawan Solo dan Bengawan Madiun. Selain berfungsi untuk zona pertahanan,
pembangunan benteng ini juga untuk memudahkan arus tranportasi di aliran dua
sungai.
Dipercaya,
para pedagang dari Surakarta-Yogyakarta pada waktu dulu harus lewat Ngawi jika
menuju bandar di Surabaya, demikian juga halnya dengan para pedagang dari arah
Pacitan, Madiun, dan Maospati. Hal inilah yang menggolongkan Ngawi sebagai
tempat strategis karena merupakan pertemuan jalur perdagangan air lewat
Bengawan Solo.
"Benteng
ini dulunya juga untuk melumpuhkan transportasi logistik para pejuang
kemerdekaan pasukan Pangeran Diponegoro. Bersamaan dengan itu, terjadi perang
di Ngawi antara pasukan Bupati Madiun-Ngawi yang memihak Diponegoro dengan
Belanda," ujar Komandan Yon Armed 12 Ngawi, Letkol Arm Sugeng Riyadi.
Ia
menjelaskan, setelah Indonesia merdeka, tepatnya sejak tahun 1962, Benteng Van
Den Bosch dijadikan markas Yon Armed 12 yang sebelumnya berkedudukan di Kabupaten
Malang. Pada waktu itu, kegiatan latihan militer dan kesatuan juga dipusatkan
di areal benteng. Benteng Pendem Ngawi
masih sangat kokoh, meski telah dimakan usia. Bangungan Benteng Pendem Ngawi
terdiri dari pintu gerbang utama, ratusan kamar untuk para tentara, halaman
rumput di tengah bangunan, dan beberapa ruang yang dulunya diyakini sebagai
kandang-kandang kuda.
Selain
itu, bangunan benteng ini dikelilingi gundukan tanah yang sengaja dibangun
untuk menahan serangan dan luapan air Bengawan Solo. Hal inilah yang membuat
bangunan benteng seperti terpendam. Bangunan ini juga dikelilingi parit air
selebar 5 meter. Parit tersebut menurut Bapak Edi selaku penjaga dan yang
menghuni ditempat tersebut mengatakan bahwa dahulunya parit tersebut merupakan
kolam buaya, sehingga apabila ada musuh yang mendakat maka mereka harus
menyebrangi sungai, kolam buaya dan tanggul yang tingginya diatas benteng
pendem sendiri. Akan tetapi parit yang ada pada saat inih telah tertutup tanah.
Objek Wisata Sejarah
Kini,
meski terlambat, pihak Yon Armed 12 dan pemerintah daerah setempat ingin agar
Benteng Van Den Bosch menjadi objek wisata sejarah di Kabupaten Ngawi. Pihak
Yon Armed kini terus melakukan pembenahan.
"Pembenahan
yang dilakukan adalah merawat bangunan secara rutin. Saat ini kami sedang
menunggu izin merenovasi bangunan dari Kementerian Pertahanan dan Keamanan.
Jika izin sudah keluar, renovasi akan dilakukan tanpa meninggalkan bentuk asli
dari bangunan benteng tersebut," terangnya.
Sejak
dibuka untuk umum, masyarakat bisa melihat bangunan benteng dari dekat. Hanya
dengan membayar tiket retribusi sebesar Rp1.000 per orang, masyarakat bisa
melihat sisa-sisa kekuatan Benteng Pendem pada masa penjajahan Belanda.
Lokasi
wisata sejarah ini pun juga mudah dijangkau dengan alat transportasi karena
letaknya berada di pusat Kota Ngawi.
"Saat
ini, kami hanya membukanya untuk umum bagi masyarakat yang ingin melihat-lihat.
Kedepannya, kami telah melakukan kerjasa sama dengan Pemkab Ngawi untuk
menggarap Benteng Pendem ini menjadi satu kesatuan wisata air dengan Museum
Trinil Ngawi menyusuri Bengawan Solo. Uji coba sudah dilakukan," papar
Sugeng.
Menurut
dia, Museum Trinil dan Benteng Pendem Ngawi memiliki keterkaitan. Sebelum
fosil-fosil di Trinil disimpan di museum seperti saat ini, lokasi yang
digunakan untuk menyimpan fosil tersebut adalah Benteng Pendem.
Disamping
sebagai zona pertahanan, benteng ini dulunya juga dimanfaatkan untuk
persinggahan para ilmuwan Belanda. Salah satunya adalah Eugene Dubois penemu
manusia purba Trinil "Pithecanthropus Erectus".
Sugeng
menambahkan, apapun nantinya konsep yang akan dikembangkan di Benteng Pendem
Ngawi, pihaknya berharap agar bangunan ini tidak terabaikan. Karena Benteng
Pendem Ngawi ini memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi, setara dengan
bangunan benteng di Yogyakarta. (*)
Sumber:
http://www.antarajatim.com/lihat/berita/83438/melihat-sisa-sisa-kekuatan-benteng-pendem-ngawi
0 Komentar:
Posting Komentar