A.
Pendidikan di Indonesia Kisaran
Tahun 2012-2013
Pendidikan merupakan
salah satu hal wajib yang harus didapatkan oleh setiap warga negara Indonesia
tanpa terkecuali. Seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
yang berisi “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pada isi dari Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 tersebut yang berkewajiban untuk mencerdaskan bangsa
adalah semua warga negara Indonesia dan yang paling khusus adalah lembaga
pendidikan itu sendiri.
Tingkat kualitas
pendidikan pada masyarakat dari suatu negara dapat dijadikan tolak ukur
perkembangan pada negara tersebut. Mengapa demikian, hal ini dikarenakan
pendidikan adalah dasar pembentukan karakter dari individu atau kelompok yang
nantinya akan berpengaruh pada tingkah laku mereka di lingkungan baik keluarga
maupun masyarakat. Akan tetapi sungguh ironi sekali, pada kenyataannya
pendidikan di Indonesia masih begitu-begitu saja, bahkan kemarin pada 6 Juni
2013 saya sempat menghadiri seminar yang diadakan salah satu komunitas
mahasiswa di Magetan yang pada seminar tersebut menyinggung bahwa trend
kualitas pendidikan di Indonesia cenderung menurun.
Sebenarnya apa yang
terjadi dengan dunia pendidikan di Indonesia? Pertanyan tersebut kadang-kadang
keluar dari pikiran saya. Padahal kurikulum yang merupakan dasar dari proses
pembelajaran mengalami perubahan-perubahan yang disebut-sebut bahwa kurikulum
yang baru dapat mengatasi problematika pendidikan di Indonesia. Tapi apa
kenyataannya di lapangan?. Sejauh yang saya lihat tentang pendidikan di Bumi
Tercinta Indonesia pada era modernitas saat ini berbanding terbalik. Banyak
fakta yang menyatakan bahwa perkembangan pendidikan di Indonesia Stagnant atau begitu-begitu saja, tidak
ada perkembangan yang berarti. Coba kita lihat ada beberapa kasus dimana pada
sebuah sekolahan yang notabene berada di wilayah kota dan ditunjang oleh sarana
dan prasarana yang baik seharusnya dapat menjadi yang baik. Dalam kasus ini
banyak siswa siswi dikota tersebut sering melakukan tawuran antar pelajar,
bahkan tidak hanya antar pelajar akan tetapi juga dengan kelompok-kelompok
tertentu. Mengapa ini bisa terjadi? Padahal sebagai seorang pelajar tugas
mereka adalah belajar untuk meningkatkan kualitas diri mereka agar memiliki
kompetensi dalam bidang pendidikan yang mumpuni, bukan menjadi seorang pendekar
jalanan yang meresahkan masyarakat. Hampir setiap bulan ada saja di kota
Jakarta dan daerah-daaerah lain tawuran pelajar. Dari contoh tersebut yang
perlu menjadi pertanyaan adalah adakah tindakan yang kongkrit dari pihak sekolah
untuk mengatasi masalah itu dan bagaimana kepedulian pemerintah akan
permasalahan seperti ini?
Peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia harunya wajib untuk di utamakan. Hal ini untuk
menunjang kualitas dan kuantitas dari objek pendidikan dalam hal ini adalah
peserta didik. Kualitas siswa khususnya pada saat ini sangat dipertanyakan,
apakah mereka cukup kompeten atau tidak. Dengan problematika kurikulum yang ada
dan standarisasi Ujian Akhir Nasional yang ada pada saat ini apakah mampu
mencetak kualitas anak didik dengan maksimal. Ada sebuah permasalahan yang sangat kecil akan tetapi jarang
diperhatikan dan mampu menjadi sebuah bumerang bagi dunia pendidikan dan terlebih
lagi Bangsa Tercinta. Tingkat belajar pada anak didik, apakah para pendidik
sering memperhatikan?. Terlepas dari pertanyaan tersebut faktanya banyak sekali
anak didik yang mengalami malas belajar, khususnya pada masyarakat biasa atau
menengah kebawah.
B.
Berkurangnya Minat Membaca
Pada era perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi yang sangat pesat saat ini berdampak pada
perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Perkembangan tersebut dapat secara
positif ataupun negatif bagi peserta didik. Dengan adanya perkembangan
tekhnologi sebenarnya kita dimudahkan dalam belajar. Kita sekarang ini dapat
belajar dapat melalui berbagai media tidak hanya buku. Akan tetapi dengan
adanya kemudahan atau perkembangan yang cukup pesat tersebut apabila tidak
dibarengi dengan kontrol yang baik dalam hal ini adalah pendidik dan orang tua,
maka akan berdampak negatif bagi peserta didik.
Problematika belajar
pada peserta didik di dunia pendidikan di Indonesia sangat menghawatirkan mulai
dari tingkat SD, SMP, dan SMA sederajat. Fakta yang riil dari rendahnya minat
membaca siswa adalah pada saat di sekolah atau di les-lesan (bimbingan belajar)
saja mereka mau membaca buku, akan tetapi sebagian siswa setelah pulang sekolah
mereka tidak pernah membaca buku. Padahal kalau kita hitung secara matematis
setelah pulang sekolah masih banyak waktu luang yang dapat dimanfaatkan untuk
membaca buku entah itu 10 menit ataupun lebih. Permasalahan ini biasanya banyak
dijumpai pada masyarakat menengah kebawah. Yang menjadi pertanyaan pada masalah
ini apakah orang tua mereka tidak menyuruh untuk belajar atau membaca?
Belajar, dalam hal ini
yang paling ringan adalah membaca dalam tanda kutip membaca tentang ilmu
pengetahuan yang positif. Dengan membaca buku
bermutu, seseorang memiliki keunggulan komparatif dibanding orang yang tidak
membaca. Selain dengan membaca, peserta didik akan lebih terbuka cakrawala
pemikirannya. Dengan melalui bacaan, peserta didik berkesempatan melakukan
refleksi dan meditasi, sehingga budaya mem baca lebih terarah kepada budaya
intelektual dari pada budaya hiburan yang dangkal. Karena itu, para pakar
menyimpulkan untuk membangun masyarakat yang beradab dan maju, maka budaya baca
perlu ditumbuhkan. Dalam Ensiklopedia "Buku ialah alat komunikasi
berjangka waktu panjang dan mungkin sarana komunikasi yang paling berpengaruh
pada perkembangan kebudayaan dan peradaban umat manusia. Dalam buku dipusatkan
dan dikumpulkan hasil pemikiran dan pengalaman manusia daripada sarana
komunikasi lainnya. Sebagai alat pendidikan, buku berpengaruh pada anak didik
daripada sarana-sarana lainnya"(Ensiklopedia Indonesia, Hal.538-539
Ada bukti nyata berkaitan
dengan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia dari beberapa hasil
penelitian:
1. Laporan International Association
for Evaluation of Educational pada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar kelas IV pada 30 negara di
dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke-29 setingkat di atas
Venezuela. Peta di atas relevan dengan hasil studi dari Vincent Greannary yang
dikutip oleh World Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan “Education in Indonesia from Crisis to Recovery” tahun
1998, hasil studi tersebut
menunjukan bahwa kemampuan membaca anak-anak
kelas VI sekolah dasar di Indonesia, hanya mampu meraih kedudukan paling akhir
dengan nilai 51,7% setelah Filipina yang memperoleh 52,6% dan Thailand
dengan nilai 65,1% serta Singapura dengan nilai 74,0% dan Hongkong yang
memperoleh 75,5%.
2. Hasil survei UNESCO tahun 1992
menyebutkan, tingkat minat baca
rakyat Indonesia menempati urutan 27 dari 32 negara.
3. Hasil survei yang dilakukan
Departemen Pendidikan Nasional tahun 1995 menyatakan, sebanyak 57 persen pembaca dinilai sekadar membaca, tanpa memahami dan menghayati apa yang dibacanya.
4. Statistik yang dikeluarkan UNICEF
didalam beberapa dasawarsa terakhir masih saja menempatkan Indonesia sebagai
salah satu negara di dunia yang penduduknya dalam mengkonsumsi bacaan, baik
berupa koran, majalah, maupun buku, tergolong relatif
sedikit.(Wasil Abu Ali)
5. Berdasarkan laporan UNDP tahun 2003
dalam (Human Development Report) 2003 bahwa Indeks Pembangunan
Manusia (Human Development Indeks – HDI) berdasarkan angka buta
huruf menunjukan bahwa pembangunan manusia di Indonesia menempati urutan
yang ke 112 dari 174 negara di dunia. Sedangkan Vietnam menempati urutan ke 109
padahal negara itu baru saja keluar dari konflik politik yang cukup besar,
namun Vietnam lebih yakin bahwa dengan membangun manusianya sebagai prioritas
terdepan akan mampu mengejar ketertinggalan yang selama ini mereka alami.
6. Berdasarkan data yang dikeluarkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006
menunjukan, bahwa masyarakat
Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama dalam
mendapatkan informasi.Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan/atau
mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca koran (23,5%). (sumber:www.bps.go.id).
7. Menurut Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat H.R Agung Laksono, prosentase minat baca masyarakat
Indonesia hanya sebesar 0,01 persen. Artinya dalam 10.000 orang hanya 1 orang
saja yang memiliki minat baca.
C.
Catatan
Harapan kami bahwa dengan
membaca artikel yang ringan tentang perkembangan dunia pendidikan Indonesia
pada saat ini dapat menggugah kesadaran kita bahwa sangat penting sekali untuk
mengangkat pendidikan Indonesia agar merata dan mendapatkan kualitas Sumber
Daya Manusia yang baik untuk kepentingan bangsa dan setiap individu itu sendiri.
Salah satu kunci agar kualitas diri kita dapat berkembang dengan baik adalah
dengan MEMBACA.
Sumber:
http://edukasi.kompasiana.com/2013/03/12/indonesia-cinta-baca-541380.html
http://masmnir.blogspot.com/2013/04/manfaat-dan-kegunaan-membaca-buku.html
1 Komentar:
Mungkin faktor pergaulan kali ya mas
Posting Komentar