A.
Faktor-Faktor
Yang Menyebabkan Terjadinya Konflik Antara Indonesia Dan Belanda
Faktor-faktor apakah yang menyebabkan konflik
Indonesia-Belanda bagaimana peran dunia internasional dalam menyelesaikan
konflik tersebut? Apa pengaruh konflik tersebut terhadap keberadaan NKRI? Dan
bagaimana perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan sehingga
Belanda keluar dari Indonesia? Hal ini akan kita pelajari dalam bab ini agar
kita mampu meneladani kebulatan tekad para pahlawan kita.
Perjuangan bangsa Indonesia semenjak proklamasi kemerdekaan
hari demi hari semakin nyata hasilnya. Akan tetapi tantangan yang harus
dihadapi selalu silih berganti. Seperti kita telah ketahui bahwa proklamasi
kemerdekaan dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya pada
tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan
dipilih Ir. Soekarno sebagai presiden, sedangkan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil
presiden. Perjuangan bangsa selanjutnya Indonesia semakin berat karena karena
harus mempertahankan kemerdekaan dari rongrongan kekuasaan bangsa asing.
Adapun factor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik
antara Indonesia dengan Belanda sebagai berikut.
1.
Kedatangan
tentara sekutu diboncengi oleh NICA
Semenjak Jepang menyerah kepada
sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 secara hukum tidak lagi berkuasa di
Indonesia. Pada tanggal 10 September 1945 panglima bala tentara kerajaan Jepang
di Jawa mengumumkan bahwa pemerintahan akan diserahkan kepada sekutu dan tidak
kepada pihak Indonesia. Pada tanggal 14 September 1945 Mayor Greenhalgh datang
di Jakarta. Ia merupakan perwira sekutu yang pertama kali datang ke Indonesia.
Tugas Greenhalgh adalah mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia
menjelang pendaratan rombongan sekutu.
Pada tanggal 19 September 1945
pasukan sekutu mendarat di Indonesia antara lain bertugas melucuti tentara
Jepang. Tugas ini dilaksanakan Komando pertahanan Sekutu di Asia Tenggara yang
bernama South East Asia Command (SEAC) dibawah pimpinan Lord Louise
Mountbatten yang berpusat di Singapura. Untuk melaksanakan tugas itu
Mountbatten membentuk komando khusus yang diberi nama Allied Force
Netherland East Indies (AFNEI) dibawah Letnan Jendral Sir Phillip
Christison. Adapun tugas AFNEI di Indonesia adalah :
1. Menerima penyerahan kekuasaan dari
tangan Jepang
2. Membebaskan para tawanan perang dan
interniran sekutu
3. Melucuti dan mengumpulkan orang
Jepang untuk kemudian dipulangkan
4. Menegakkan dan mempertahankan
keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil
5. Menghimpun keterangan dan menuntut
penjahat perang
Pasukan AFNEI mulai mendarat di
Jakarta pada tanggal 29 September 1945 yang terdiri dari 3 divisi yaitu :
1. Divisi India ke-23 dibawah pimpinan
Mayor Jendral D.C Hawthorn yang bertugas untuk daerah Jawa Barat.
2. Divisi India ke-5 dibawah pimpinan
Mayor Jendral E.C Marsergh yang bertugas untuk daerah Jawa Timur
3. Divisi India ke-26 dibawah pimpinan
Mayor Jendral H.M Chambers yang bertugas untuk daerah Sumatera
Pasukan-pasukan AFNEI bertugas di Sumatera
dan Jawa, sedangkan untuk daerah Indonesia lainnya diserahkan tugasnya
kepadaangkatan perang Australia.
Pada
mulanya kedatangan sekutu disambut dengan senang hati oleh bangsa Indonesia.
Hal ini karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi setelah diketahui
bahwa sekutu secara diam-diam membawa orang-orang Netherland Indies Civil
Administration (NICA) yakni pegawai-pegawai sipil Belanda maka bangsa
Indonesia curiga dan akhirnya menimbulkan permusuhan.
2. Kedatangan Belanda (NICA) berupaya
untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia.
NICA berusaha mempersenjatai kembali
KNIL (Koninklijk Netherland Indisch Leger yaitu tentara kerajaan Belanda
yang ditempatkan di Indonesia). Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya
dan Bandung mengadakan provokasi sehingga memancing kerusuhan.
Sebagai pimpinan AFNEI Christison
menyadari bahwa untuk melancarkan tugasnya diperlukan bantuan dari Pemerintahan
Republik Indonesia. Oleh karena itu diadakan perundingan dengan pemerintahan
RI. Christison mengakui pemerintahan de facto Republik Indonesia pada
tanggal 1 Oktober 1945. Ia tidak akan mencampuri persoalan yang menyangkut
status persoalan Negara.
Dalam kenyataannya pasukan sekutu
sering membuat hura-hara dan tidak menghormati kedaulatan bangsa Indonesia.
Gerombolan NICA sering melakukan terror terhadap pemimpin-pemimpin kita. Dengan
demikian bangsa Indonesia mengetahui bahwa kedatangan Belanda yang memboncengi
AFNEI adalah untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena
itu bangsa kita berjuang dengan cara-cara diplomasi maupun kekuatan senjata
untuk melawan Belanda yang akan menjajah kembali. Konflik antara Indonesia
dengan Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia internasional untuk
menyelesaikannya.
B.
Peran
dunia internasional dalam menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda.
1. Peranan Perserikatan bangsa-bangsa
Masuknya kembali Belanda ke
Indonesia dengan membonceng Sekutu ternyata berakibat konflik yang
berkepanjangan antara Indonesia dengan Belanda. Untuk itu bangsa Indonesia
berjuang dengan cara diplomasi maupun kekuatan senjata. Pada tanggal 25 Maret
1947 Indonesia dan Belanda menandatangani Persetujuan. Linggarjati. Meskipun
persetujuan Linggarjati ditanda tangani, namun hubungan antara Indonesia dengan
Belanda semakin memburuk. Belanda melakukan pelanggaran terhadap persetujuan
Linggarjati maupun perjanjian gencatan yang diadakan sebelumnya dengan
melancarkan agresi militer terhadap pemerintahan Indonesia pada tanggal 21 Juli
1947. Kota-kota di Sumatera maupun Jawa digempur dengan pasukan bersenjata
lengkap dan modern. Pada tanggal 29 Juli 1947 Pesawat DakotaVT-CLA yang membawa
obat-obatan dari Singapura sumbangan Palang Merah Malaya (Malaysia) kepada
Indonesia ditembak oleh pesawat Belanda di Yogyakarta. Gugur dalam peristiwa
ini di antaranya Komodor Muda Udara A. Adisutjipto dan Komodor Muda Udara Dr.
Abdurrahman Saleh.
Bagaimana reaksi dunia luar terhadap
tindakan Belanda yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Indonesia tersebut?
Pada tanggal 31 Juli 1947 India dan Australia mengajukan masalah Indonesia-Belanda
ini kepada Dewan Keamanan PBB. Dalam Sidang Dewan Keamanan pada tanggal 1
Agustus 1947 dikeluarkan resolusi yang mengajak kedua belah pihak untuk
menghentikan tembak menembak, menyelesaikan pertikaian melalui perwasitan (arbitrase)
atau dengan cara damai yang lain. Menindak lanjuti ajakan PBB untuk
penyelesaian dengan cara damai, maka Republik Indonesia menugaskan Sutan
Syahrir dan H. Agus Salim sebagai duta yang berbicara dalam sidang Dewan
Keamanan PBB. Sutan Syahrir menyatakan bahwa untuk mengakhiri konflik
antara Indonesia dengan Belanda jalan satu-satunya adalah pembentukan
Komisi Pengawas dalam pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan. Ditambahkan pula
agar Dewan Keamanan menerima usul Australia secara keseluruhan dan penarikan
pasukan Belanda ke tempat kedudukan sebelum agresi militer. Usul ini didukung
oleh Rusia dan Polandia. Di samping itu Rusia juga mengusulkan pembentukan
Komisi Pengawas gencatan senjata.
Usul di atas didukung oleh Amerika
Serikat,Australia, Brazilia, Columbia, Polandia, dan Suriah tetapi diveto
Perancis, sebab dianggap terlalu menguntungkan Indonesia. Pada tanggal 25
Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB menerima usul Amerika Serikat tentang
pembentukan Komisi Jasa-Jasa Baik (Committee of Good Offices) untuk
membantu menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda. Komisi inilah yang
kemudian dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN), yang terdiri atas :
1. Australia (diwakili oleh Richard C.
Kirby), atas pilihan Indonesia,
2. Belgia (diwakili oleh Paul Van
Zeeland), atas pilihan Belanda,
3. Amerika Serikat (diwakili oleh Dr.
Frank Porter Graham), atas pilihan Australia dan Belgia.
Pada
tanggal 27 Oktober 1947 KTN tiba di Jakarta untuk melaksanakan tugasnya. Dalam
melaksanakan tugasnya, KTN mengalami kesulitan karena Indonesia maupun Belanda
tidak mau bertemu di wilayah yang dikuasai pihak lainnya. Akhirnya KTN berhasil
mempertemukan Indonesia-Belanda dalam suatu perundingan yang berlangsung pada
tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal perang Amerika Serikat “Renville” yang
berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan perundingan Renville.
Akibat dari perundingan Renville wilayah Rl semakin sempit dan kehilangan
daerah-daerah yang kaya karena diduduki Belanda.
2. Perjuangan Mempertahankan
Kemerdekaan
Sejak tanggal 17 Agustus 1945 bangsa
Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan demikian bangsa
Indonesia telah menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari belenggu penjajahan.
Akan tetapi, Belanda belum rela dengan kemerdekaan Indonesia tersebut. Melalui
berbagai cara Belanda tetap ingin menjajah Indonesia. Bagaimana sikap Bangsa
Indonesia? Tentu saja, bangsa Indonesia tidak tinggal diam. Dengan berbagai
upaya, bangsa Indonesia tetap mempertahankan kemerdekaannya. Usaha-usaha apa
saja yang dilakukan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya?
a.
Perjuangan
Bangsa Indonesia Mempertahankan Kemerdekaan
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya. Akan tetapi, ada pihak-pihak yang tidak
mengakui kedaulatan pemerintahan Republik Indonesia. Ketika negara kita
memproklamasikan kemerdekaan, tentara Jepang masih ada di Indonesia. Sekutu
menugaskan Jepang untuk menjaga keadaan dan keamanan di Indonesia seperti
sebelum Jepang menyerah kepada Sekutu. Tugas tersebut berlaku saat Sekutu
datang ke Indonesia. Rakyat Indonesia yang menginginkan hak-haknya dipulihkan,
berusaha mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang. Usaha tersebut mendapat
rintangan dari pihak Jepang sehingga di beberapa tempat terjadi pertempuran
antara tentara Jepang dengan rakyat Indonesia. Pertempuran-pertempuran tersebut
menimbulkan korban di kedua belah pihak. Ketika rakyat Indonesia sedang
menghadapi Jepang, Belanda (NICA) datang membonceng tentara Sekutu. Tujuan
Belanda ingin menjajah kembali Indonesia. Pada tanggal 29 September 1945
tentara Sekutu dan pasukan NICA tiba di Indonesia dan mendarat di Pelabuhan
Tanjung Priok. Tentara Sekutu membantu NICA yang ingin membatalkan kemerdekaan
Indonesia. Rakyat Indonesia tidak ingin lagi menjadi bangsa yang terjajah.
Rakyat Indonesia bangkit melawan tentara Sekutu dan NICA. Rakyat Indonesia
menggunakan senjata rampasan dari Jepang dan senjata tradisional yang ada.
Berkobarlah pertempuran di mana-mana.
b.
Pertempuran
Surabaya
Tanggal 25 Oktober 1945, tentara Sekutu mendarat di Tanjung
Perak, Surabaya. Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby.
Kedatangan tentara tersebut diikuti oleh NICA. Mula-mula tentara NICA
melancarkan hasutan sehingga menimbulkan kekacauan di Surabaya. Hal tersebut
menimbulkan bentrokan antara rakyat Surabaya dengan tentara Sekutu.
Tanggal 28 Oktober hingga 31 Oktober 1945 terjadi
pertempuran yang hebat. Ketika terdesak, tentara Sekutu mengusulkan perdamaian.
Tentara Sekutu mendatangkan pemimpin-pemimpin Indonesia untuk mengadakan
gencatan senjata di Surabaya. Tentara
Sekutu tidak menghormati gencatan senjata. Dalam insiden
antara rakyat Surabaya dan tentara Sekutu, Brigjen Mallaby terbunuh. Letnan
Jendral Christison Panglima Sekutu di Indonesia, meminta kepada pemerintah
Indonesia menyerahkan orang-orang yang dicurigai membunuh Jendral Mallaby.
Permintaan tersebut diikuti ultimatum dari Mayor Jendral Mansergh. Isi
ultimatum tersebut,
Sekutu memerintahkan rakyat Surabaya menyerahkan senjatanya.
Penyerahan paling lambat tanggal 9 November 1945 pukul 18.00 WIB. Apabila
ultimatum tersebut tidak dilaksanakan, Kota Surabaya akan diserang dari darat,
laut, dan udara. Gubernur Suryo, diberi wewenang oleh pemerintah pusat untuk
menentukan kebijaksanaannya. Beliau bermusyawarah dengan pimpinan TKR (Tentara
Keamanan Rakyat) dan para pemimpin perjuangan rakyat di Surabaya. Hasil
musyawarah tersebut adalah rakyat Surabaya menolak ultimatum dan siap melawan
ancaman Sekutu
Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, tentara Sekutu
menggempur Surabaya dari darat, laut maupun udara. Di bawah pimpinan Gubernur
Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak mau menyerahkan sejengkal
tanah pun kepada tentara Sekutu. Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo membakar
semangat rakyat. Dalam pertempuran yang berlangsung sampai awal Desember itu
gugur beribu-ribu pejuang Indonesia. Pemerintah menetapkan tanggal 10 November
sebagai Hari Pahlawan. Hari Pahlawan untuk memperingati jasa para pahlawan.
Perlawanan rakyat Surabaya mencerminkan tekad perjuangan seluruh rakyat
Indonesia.
c.
Pertempuran
Lima Hari di Semarang
Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 Oktober 1945. Kurang
lebih 2000 pasukan Jepang berhadapan dengan TKR dan para pemuda. Peristiwa ini
memakan banyak korban dari kedua belah pihak. Dr. Karyadi menjadi salah satu
korban sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu Rumah sakit di kota
Semarang sampai sekarang. Untuk memperingati peristiwa tersebut maka pemerintah
membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.
d.
Pertempuran
Ambarawa
Pertempuran ini diawali dengan kedatangan tentara Inggris di
bawah pimpinan Brigjen Bethel di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk
membebaskan tentara Sekutu. Setelah itu menuju Magelang, karena Sekutu diboncengi
oleh NICA dan membebaskan para tawanan Belanda secara sepihak maka terjadilah
perlawanan dari TKR dan para pemuda. Pasukan Inggris akhirnya terdesak mundur
ke Ambarawa. Dalam peristiwa tersebut Letkol Isdiman gugur sebagai kusuma
bangsa. Kemudian Kolonel Sudirman terjun langsung dalam pertempuran tersebut
dan pada tanggal 15 Desember 1945 tentara Indonesia berhasil memukul mundur
Sekutu sampai Semarang. Karena jasanya maka pada tanggal 18 Desember 1945
Kolonel Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR dan berpangkat Jendral.
Sampai sekarang setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari Infantri.
e.
Pertempuran
Medan Area
Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu yang diboncengi
Belanda dan NICA di bawah pimpinan Brigjen T.E.D. Kelly mendarat di Medan. Pada
tanggal 13 Oktober 1945 para pemuda yang tergabung dalam TKR terlibat bentrok
dengan pasukan Belanda, sehingga hal ini menjalar ke seluruh kota Medan. Hal
ini menjadi awal perjuangan bersenjata yang dikenal dengan Pertempuran Medan
Area.
f.
Bandung
Lautan Api
Kota Bandung dimasuki pasukan Inggris pada bulan Oktober
1945. Sekutu meminta hasil lucutan tentara Jepang oleh TKR diserahkan kepada
Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945 Sekutu mengultimatum agar kota Bandung
dikosongkan. Hal ini tidak diindahkan oleh TRI dan rakyat. Perintah ultimatum
tersebut diulang tanggal 23 Maret 1946. Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan
supaya TRI mengosongkan Bandung, tetapi pimpinan TRI di Yogyakarta
mengintruksikan supaya Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya dengan berat hati
TRI mengosongkan kota Bandung. Sebelum keluar Bandung pada tanggal 23 Maret
1946 para pejuang RI menyerang markas Sekutu dan membumihanguskan Bandung
bagian selatan. Untuk mengenang peristiwa tersebut Ismail Marzuki
mengabadikannya dalam sebuah lagu yaitu Hallo-Hallo Bandung.
g.
Agresi
Militer Belanda
Agresi militer Belanda yaitu serangan yang dilakukan oleh
Belanda kepada Negara Republik Indonesia. Kurang lebih satu bulan setelah
kemerdekaan Indonesia, tentara sekutu datang ke Indonesia. Dalam pendaratannya
di Indonesia, tentara sekutu diboncengi NICA. Selain bermaksud melucuti tentara
Jepang, tentara sekutu membantu NICA mengembalikan Indonesia sebagai
jajahannya. dengan bantuan sekutu, NICA ingin membatalkan kemerdekaan rakyat
Indonesia. Rakyat Indonesia tidak mau dijajah lagi. Rakyat Indonesia tidak
mempunyai pilihan lain untuk mempertahankan kemerdekaannya, kecuali dengan
bertempur sampai titik darah penghabisan. Di sebagian besar wilayah Indonesia,
tentara Sekutu dan NICA harus menghadapi perlawanan pejuang-pejuang Indonesia.
Perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, menyadarkan
tentara Sekutu bahwa bangsa Indonesia tidak dapat dikalahkan hanya dengan
kekuatan senjata. Sekutu menempuh cara lain, yaitu mempertemukan Indonesia dan
Belanda di meja perundingan. Perundingan dilaksanakan tanggal 10 November 1946
di Desa Linggarjati sebelah selatan Cirebon, Jawa Barat. Perundingan tersebut
dinamakan Perundingan Linggarjati. Hasil perundingan dinamakan Persetujuan
Linggarjati.
Perundingan ini menghasilkan pengakuan Belanda atas
kedaulatan Republik Indonesia. Kedaulatan tersebut meliputi wilayah Jawa,
Madura, dan Sumatra. Belanda ternyata melanggar isi Persetujuan Linggarjati.
Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan militer ke daerah-daerah yang
termasuk wilayah RI. Serangan tersebut terkenal dengan nama Agresi Militer
Belanda I. Agresi Militer Belanda I bertujuan menguasai daerah-daerah
perkebunan dan pertambangan. Daerah-daerah tersebut antara lain Sumatra Timur,
Sumatra selatan, Priangan, Malang dan Besuki.
Menghadapi serangan Belanda itu, rakyat berjuang
mempertahankan tanah airnya. Rakyat melakukan taktik perang gerilya. Perang
gerilya yaitu taktik perang menyerang musuh yang dilakukan dengan cara
sembunyi-sembunyi. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berusaha menengahi
pertikaian Indonesia dengan Belanda. PBB membentuk komisi perdamaian. Komisi
itu beranggotakan tiga negara, yaitu Australia, Belgia, dan Amerika serikat.
Komisi itu disebut Komisi Tiga Negara (KTN). Berkat usaha Komisi Tiga Negara,
Indonesia dan Belanda kembali ke meja perundingan. Perundingan dilaksanakan
mulai tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal perang Amerika Serikat. Kapal
tersebut bernama USS Renville. Hasil perundingan tersebut dinamakan Perjanjian Renville.
Dalam perundingan ini, delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir
Syarifudin dan delegasi belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo.
Perjanjian Renville sangat merugikan pihak Indonesia. Salah
satu isi Perjanjian Renville adalah Republik Indonesia harus mengakui wilayah
yang telah direbut Belanda dalam Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer
Belanda adalah serangan yang dilancarkan oleh pasukan Belanda kepada Indonesia
untuk menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 21
Juli 1947 dan 19 Desember 1948. Tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan
Agresi Militer II. Agresi Militer Belanda II bertujuan menghapuskan
pemerintahan RI dengan menduduki kota-kota penting di Pulau Jawa. Dalam Agresi
Militer II, pasukan Belanda menyerang Ibu Kota Republik Indonesia, Yogyakarta
dan menahan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan beberapa
pejabat tinggi negara. Rakyat Indonesia pantang menyerah. Dengan semboyan
sekali merdeka tetap merdeka, rakyat berjuang sampai titik darah penghabisan.
Rakyat tetap melakukan perang gerilya. Aksi militer Belanda tersebut
menimbulkan protes keras dari kalangan anggota PBB. Oleh karena itu, Dewan
keamanan PBB mengadakan sidang pada tanggal 24 Januari 1949, dan memerintahkan
Belanda agar menghentikan agresinya. Belanda di bawah Dewan Keamanan PBB
meninggalkan Yogyakarta serta membebaskan presiden, wakil presiden dan pejabat
tinggi negara yang ditawan.
0 Komentar:
Posting Komentar